Wednesday 1 October 2014

Tuhan Menegur Saya dengan Sopan

Saya percaya, Tuhan selalu punya cara-Nya sendiri untuk menyadarkan hamba-Nya. Saya juga percaya, walaupun Tuhan tidak mungkin marah, tapi teguran-Nya bisa membuat kita seperti ditampar.
Sore tadi sepulang kuliah saya sadar, saya sedang ditegur Tuhan.

Saya mahasiswi tingkat akhir dengan tugas kuliah yang tiada putus-putus. Tanpa sadar saya sering mengeluh selama seminggu terakhir ini. Bagaimana tidak? Saya (dan teman-teman) dituntut untuk menyelesaikan sekarung tugas, mulai dari praktikum hingga tugas pribadi berupa penulisan ilmiah, tuh kan, saya mengeluh lagi.
Ya, memang berat, dan entahlah sepertinya gabungan dari mood wanita yang memang mudah berfluktuasi, puncaknya dua malam yang lalu saya merasa malas dan sangat sangat capek dan jenuh dengan segala aktifitas perkuliahan. Akibatnya langsung saya terima, saya tidak bisa dapat hasil yang memuaskan saat praktikum. Hari ini pun masih sama, selain kewajiban saya kuliah, kewajiban saya mengerjakan tugas kelompok, saya juga memiliki kewajiban untuk menjalankan suatu praktikum, sebut saja saya asisten lab. Sorenya, setelah semua selesai, rasanya lelaaaaaah sekali. Ya, lagi-lagi kalian lihat saya mengeluh.
Tapi tadi sore, sekitar pukul 20.00, di perjalanan pulang saya dari kampus, saya melihat tiga kejadian yang menggetarkan hati saya.
Pertama, saya tidak sengaja melihat seorang anak lelaki, mungkin usianya 13-14 tahun, saya melihat dia mengetukkan sesuatu ke tiang listrik sehingga terdengar bunyi "ting", asumsi saya, benda yang dia ketukkan berupa logam, bisa jadi uang receh, kunci, atau cincin. Tapi saat dia mengetukkan benda itu, benda itu terlepas dari tangannya dan jatuh ke semak-semak rimbun di tanah yang bersebelahan dengan selokan. Apapun benda itu, pasti benda itu berukuran kecil, karena kemudian saya lihat dia berjongkok dan mencari benda itu dalam gelap. Bagaimana mungkin benda kecil itu dapat ditemukan saat hari sudah gelap, diantara semak-semak, dan mungkin saja bisa masuk ke selokan? Bagaimana jika benda itu merupakan benda yang berharga (karena dia langsung mencarinya)? Uang receh sesedikit apapun mungkin sangat berharga buat dia, apalagi jika itu adalah sebuah kunci, atau parahnya lagi sebuah cincin? Sepanjang jalan setelah melihat kejadian itu saya terus memikirkan hal itu, sampai saya melihat kejadian kedua.
Di jalur antara rumah dan kampus saya, ada seorang bapak pedagang kerupuk yang tidak bisa melihat. Saya hampir setiap hari melihat bapak tersebut berjalan memikul kerupuknya sambil meraba-raba jalanan menggunakan tongkat. Bapak ini selalu menggunakan topi dan baju lusuh berwarna hitam. Tadi, secara tidak sengaja, saya melihat bapak itu duduk di kursi didekat masjid, dengan dagangannya diletakkan ditanah dan topinya dilepas. Saya sepintas melihat bapak itu meraba-raba telepon genggamnya dan kemudian mendekatkannya ke telinga. Entah, siapa yang dia telpon.
Sepele? Mungkin iya, tapi entah mengapa saat saya melihat kejadian itu saya terdiam dan terasa agak sesak di dada.
Lalu kejadian ketiga, saat saya sedang menunggu orang yang memboncengi saya transaksi di atm. Seorang bapak yang cukup tua lewat sambil memikul dagangannya. Kalian tahu dagangannya apa? Cermin. Ya, cermin berbagai ukuran dia bawa dengan cara dipikul. Sekali lagi saya tertegun, saya berpikir, seberapa seringkah seseorang membeli cermin? Cermin bukanlah pakaian yang setiap hari pemakaiannya berganti-ganti sesuai dengan jenis yang disuka. Belum tentu satu bulan sekali kita (saya, anda) membeli cermin bukan? Jika tidak pecah atau retak, tentunya kita tidak membeli cermin begitu saja kan?

Kenapa dari sekian banyak hal yang bisa saya lihat di jalan, Tuhan mengarahkan mata saya kepada tiga kejadian itu? Entahlah. Tapi, disini saya sadar, Tuhan sedang menegur saya. Mungkin Tuhan ingin menunjukkan kepada saya bahwa ada orang-orang yang seharusnya lebih banyak mengeluh daripada saya. Mungkin Tuhan ingin menunjukkan kepada saya bahwa sesungguhnya saya adalah orang yang sangat beruntung. Baru tugas kuliah saja, saya sudah mengeluh capeklah, jenuhlah, malaslah, padahal itu kan kewajiban. Harusnya saya banyak bersyukur, bagaimana jika saya menjalani hidup seperti mereka? Belum tentu saya sanggup.

Ya, sore tadi Tuhan telah menegur saya dengan sopan.

Wednesday 9 July 2014

5 Tips Belanja Menjelang Hari Raya

Hari raya idul fitri atau yang umum disebut lebaran merupakan momen yang ditunggu-tunggu oleh mayoritas masyarakat Indonesia yang memang sebagian besar adalah pemeluk agama islam. Hari raya idul fitri menurut saya identik dengan tiga hal, pertama mudik, kedua kue lebaran, dan ketiga belanja. Disini saya akan membahas sedikit soal belanja menjelang lebaran yang memang tidak bisa lepas juga dari kebiasaan saya dan keluarga.

Entah pemikiran darimana, seolah-olah hari raya idul fitri itu mengharuskan kita mengenakan pakaian baru, baik untuk shalat Id, maupun untuk hal-hal lainnya. Padahal tidak ada anjurannya untuk menggunakan pakaian baru saat hari raya, seperti berikut ini:
Imam Syafie r.h berkata:
“Aku lebih menyukai seseorang memakai pakaian terbaik yang dimilikinya pada hari-hari raya, iaitu pada hari Jumat, dua hari raya (Idul adha dan idul fitri) dan tempat diadakan majlis (seperti majlis pernikahan). Dia hendaklah memakai baju yang bersih dan memakai wangi-wangian.” – Rujuk Ringkasan Kitab Al-Umm, Imam al-Syafi’I.


Terbaik, bukan berarti harus yang terbaru bukan? Kembali lagi ke masing-masing orang sih. Bagi saya, belanja dihari-hari mendekati lebaran itu lebih seperti tradisi. Rasanya ada yang kurang jika tidak belanja baju baru dalam nuansa ramadhan dan tidak memakainya di kampung halaman. Dan saya yakin, bukan hanya saya yang merasakan hal tersebut. Nah, memasuki minggu kedua ramadhan, biasanya pusat perbelanjaan akan makin ramai diserbu masyarakat. Tentunya berbeda dong belanja saat puasa dan saat tidak puasa. Berikut saya akan berbagi tips berbelanja menjelang hari raya:

1. Jangan Belanja Saat Weekend
Orang yang belanja saat weekend sudah pasti akan membludak, karena mayoritas orang yang bekerja akan berbelanja saat hari Sabtu atau Minggu. Belum lagi orang-orang yang berbelanja membawa serta anak-anaknya. Akan semakin ramai dan berisik tentunya. Sempatkanlah waktu satu atau setengah hari untuk berbelanja di luar waktu weekend.

2. Belanja dengan Sesedikit Mungkin Orang
Belanja dengan sedikit orang akan lebih efisien, apalagi ketika kita dalam keadaan berpuasa. Karena semakin banyak orang yang kita ajak belanja, maka akan semakin lama kita berada di pusat perbelanjaan. Logikanya begini, misal kita mencari kemeja, tentunya kita akan mencari sampai yang cocok mulai dari ukuran hingga harganya bukan? Untuk mendapatkan yang cocok itu, biasanya kita tidak hanya datang ke satu toko. Belum lagi kita mencobanya, di satu toko aja kadang bisa nyoba lebih dari satu jenis kemeja. Belum tawar menawarnya. Kadang modelnya cocok, harganya ngga cocok atau sebaliknya. Banyak deh pertimbangannya, apalagi buat para wanita tuh. Kebayang kan gimana tambah ribetnya kalo kita belanja dengan banyak orang? Apalagi situasinya lagi puasa, pasti jadi bakal makin kerasa panas, pegel, dan hausnya deh.

3. Bawa Tas Ransel
Ini menurut saya penting untuk lebih memudahkan kita selama belanja. Jadi kita ngga perlu repot-repot nenteng belanjaan berplastik-plastik. Selain bikin tangan pegel, juga ada resiko ketinggalan saat kita lagi belanja di toko lain. Kalau bawa tas ransel, habis beli kalau perlu ngga usah dimasukin kantong plastik, langsung aja masukin barangnya ke ransel. Bawanya pun juga enak, ngga ribet, all in one, apalagi untuk orang-orang yang menggunakan kendaraan umum, lebih aman juga bukan?

4. Pakai Pakaian Senyaman Mungkin
Ini sih udah pasti yaa, cuma heran aja gitu kadang masih ketemu sama orang yang lagi belanja di pusat perbelanjaan (bukan mall) tapi dandanannya heboh banget. Padahal kan itu bakal ngeribetin dirinya sendiri. Kalau mau lebih simple lagi, lebih enak pakai kemeja saja saat belanja. Kenapa kemeja? Karena seandainya kita mau mencoba barang yang akan kita beli, akan lebih mudah jika pakai kemeja untuk ganti-gantinya. Apalagi untuk para pengguna jilbab, saat belanja sebaiknya pakai jilbab yang sederhana saja, supaya ngga repot juga kan saat nyoba-nyoba baju. Hindari juga pakai sendal karena bisa berisiko terinjak-injak dan putus sendalnya.

5. Beli Makanan Berbuka Satu Jam Sebelum Adzan Maghrib
Untuk yang berencana berbelanja sampai malam, hal ini penting karena menjelang adzan maghrib, sudah bisa dipastikan semua outlet makanan pasti penuh. Untuk menghindari hal tersebut dan bikin kita jadi ketinggalan berbuka, mendingan beli makanan berbuka atau takjil sekitar satu jam sebelum adzan maghrib. Simpan aja di ransel kita dulu, cari tempat yang nyaman, dan berbuka aja dulu disitu. Kemudian sholat maghrib, baru deh lanjutin belanja atau makan dulu. Setidaknya kita ngga desek-desekan dan rebutan beli makanan saat menjelang berbuka.

Semoga tips-tips di atas bermanfaat buat kalian yang berniat belanja sebelum lebaran. Jangan sampai puasa kita batal hanya gara-gara belanja yaa. Jika malas belanja di pusat perbelanjaan, bisa juga di online shop, tips di atas ngga akan terpakai tentunya. Beberapa resiko belanja di online shop adalah rawan penipuan, ukuran ternyata tidak sesuai, dan terkadang waktu sampai barangnya juga tidak sesuai. Kembali lagi sesuai selera para pembaca tentunya. Selamat berbelanja!

PILPRES 2014 di mata saya.

Sekitar 5-6 bulan yg lalu, saya sempet berpikiran dan menyuarakan pemikiran saya yg seperti ini, "ah kenapa sih di pilpres pertama gue ngga ada calon yg bagus? ngga usah milihlah kalo begini". Yap, saya pernah se-apatis dan se-pesimis itu sama dunia perpolitikan negara ini. Bukan berarti saat Pemilu 2009 saya melihat calonnya itu bagus, engga juga. Tapi kan waktu itu saya belum punya hak pilih, jadi ngga terlalu mikirin gitu.

Sampai ketika Pileg 9 April kemarin, saya dihadapkan sama kenyataan bahwa saya harus milih. Saya udah 20 tahun dan dinilai sudah cukup dewasa untuk memberikan suara. Awalnya saya ngga tau mau milih siapa, karena jujur aja saya ini orang yang buta politik. Keluarga saya jarang banget ngebahas-bahas masalah politik. Tapi beruntungnya saya punya temen-temen di dunia nyata maupun dunia maya yang bisa bikin saya setidaknya "melek" sedikit demi sedikit soal politik negeri ini. Dan akhirnya saya menetapkan pilihan. Dari 3 surat suara yg ada, saya hanya mencoblos satu yaitu yg DPR RI, dua lainnya saya tetep golput karena saya masih "ngantuk" sama politik. Dan saya sadar, pilihan saya saat pileg kemarin bukanlah sesuai hati nurani maupun sesuai fakta/informasi yang saya cari. Saya memilih salah satu partai (tanpa memilih calon legislatifnya) karena salah satu selebtwit yg saya follow mendukung partai itu. Sempit sekali bukan pikiran saya saat itu?

Tapi justru dengan kejadian itu, saya mikir bahwa saya harus lebih melek soal apa aja yg terjadi di politik negeri ini. Karena ternyata yg saya liat, pemilu 2014 ini tuh bener-bener pesta demokrasi. Saya ngeliat masyarakat tuh ngga lagi milih sekedar milih, tapi ya bener-bener memperjuangkan pilihannya, membela, mencari tau fakta, menyebarkan informasi, dan mengajak masyarakat lain yg masih buta untuk sadar kalo milih tuh perlu loh.
Sampai pada diumumkannya dua pasangan calon presiden dan wakil presiden. Makin rame aja nih masyarakat khususnya di sosial media menyuarakan pendapatnya. Segala macem pemikiran di tweet, dari yg masih rasional sampe yg bener-bener irrasional dan cuma bikin ketawa sambil geleng-geleng aja bacanya. Makin kesini, makin rame, masuk masa kampanye, makin seru. Semua orang ingin terjun langsung ke dalam pesta, mereka sadar mereka diundang dan mereka ingin menikmati pestanya.

Prabowo-Hatta untuk pasangan nomor urut 1 dan Jokowi-JK untuk pasangan nomor urut 2. Dari kebutaan saya soal politik, saya ngga serta-merta bisa menentukan pilihan. Selebtwit yg "mempengaruhi" pilihan saya saat pileg ternyata mendukung sisi kiri, sisi yg partainya saya pilih saat 9 April. Sempat terlintas juga pemikiran gini, "Yaelah Pak Jokowi urusin Jakarta aja dulu deh, baru 2019 nyapres lagi", tapi apa? Pemikiran itu tetep ngga bisa bikin saya menentukan pilihan. Saya sadar saya ngga mau ngulang kesalahan pileg 9 April dimana saat itu saya milih asal milih dan cuma karena terpengaruh selebtwit.

Saya mulai cari informasi tentang masing-masing calon, banyak hal positif untuk kedua calon tapi banyak pula hal negatifnya. Saya ngga ngerti apakah itu fakta atau fitnah belaka, yg jelas semakin hari semakin beragam informasi yg saya baca mengenai masing-masing calon.
Lalu ketika partai-partai lain memberikan dukungannya, saya lihat kok banyak sekali yg dukung sisi kiri? Apa emang mereka ini bagus? Ah, tapi kenapa yg mendukung orang-orang yg "begitu"? Makin galau. Yap, pilpres kali ini bisa bikin saya galau.

Akhirnya entah kapan tepatnya, entah apa dasarnya, entah siapa pemicunya, tiba-tiba saya ingin pilih dan dukung sisi kanan. Lalu saya sadar, tidak ada apa atau siapa atau mengapa yg memicu saya menjatuhkan dukungan ke sisi kanan. Setelahnya baru saya mencari berbagai fakta dan informasi lagi kenapa saya harus yakin dengan sisi kanan. Dan ya, semua informasi dalam bentuk apapun semakin meyakinkan saya bahwa saya berada di pihak yg tepat dan saya tidak salah memilih. Hati nurani berbicara? Ya, tampaknya sesederhana itu alasan saya memilih sisi kanan. Karena seperti yg pernah diungkapkan seseorang kepada saya, "apa yg disampaikan dari hati akan sampai juga ke hati". Dan menurut saya, Pak Jokowi selama ini berbicara dan melakukan semuanya dari hati, sehingga apapun yg beliau lakukan sampai juga ke hati saya dan mungkin sebagian besar masyarakat Indonesia. Setidaknya jika pilihan saya tidak menang, saya percaya pilihan saya tidak salah.

Tapi pilihan dan keyakinan saya mendukung sisi kanan saat itu hanya sebatas untuk diri saya sendiri, mungkin ada beberapa orang dekat yg tau, tapi ya hanya sebatas itu. Sampai akhirnya saya melihat video yg diunggah di youtube yg berjudul "Anies Baswedan's Great Speech: Mengapa Jokowi?", dan disitu saya sadar saya tidak boleh hanya diam ketika saya yakin pilihan saya benar, harusnya saya mengajak orang lain juga untuk "melek" soal calon pemimpin mereka. Mungkin saya agak terlambat bergabung dengan hingar-bingar pesta ini, tapi saya tau saya tidak menyesal ikut terjun ke dalamnya. Saya ikuti debat dengan serius, saya baca review-nya, saya cari banyak informasi lainnya, dan apa yg saya dapat? Saya semakin yakin saya ada di sisi yg tepat, dan itu tidak boleh saya simpan sendiri.

Dukungan untuk sisi kanan saya lihat semakin banyak dan semakin kuat. Banyak momen momen yg bikin saya merinding, salah satunya Konser Salam Dua Jari yg diadakan di Gelora Bung Karno, Sabtu 5 Juli lalu. Masyarakat dari berbagai kalangan begitu antusias mendukung, membela, dan siap berdiri di belakang Pak Joko Widodo. Masyarakat secara sukarela, tanpa dibayar dan diiming-imingi apapun siap mendukung sisi kanan. Saya semakin yakin bahwa apa yg disebut "People Power" itu ada, dan itu ngga bisa dibeli oleh apapun karena semuanya berdasarkan hati nurani. Sekali lagi saya semakin yakin dengan pilihan saya. Bahkan yg ternyata diluar dugaan adalah artis dan musisi luar negeri banyak juga yg mendukung sisi kanan, riuhnya media sosial khususnya twitter belakangan ini nampaknya membuat mereka ngikutin juga keseruan pesta kita. Makin yakin dong sama pilihan saya.

Hari ini, 9 Juli 2014, puncak dari pesta yg saya ikuti. Mungkin seperti nonton bola, ini saatnya laga final. Mungkin seperti pergantian tahun, ini saatnya menghitung detik-detik pergantian tahun. Mungkin seperti nonton SUCI, ini saatnya pengumuman pemenang. Saya sudah memilih, bukan lagi berupa dukungan yg tadinya hanya saya suarakan, tapi secara resmi dengan cara mencoblos surat suara. Tinta di jari saya membuktikan itu. Dan sore ini, saya melihat hasil perhitungan cepat suara di televisi, masih belum fix memang, tapi ternyata sisi kanan mendapat suara sekitar 5% lebih banyak dari lawannya.

Saya mengucap syukur, sedikit terharu, serta merasa luar biasa bangga. Bukan, bukan terhadap Pak Jokowi, tapi terhadap masyarakat Indonesia yg telah membuat pesta ini begitu meriah. Maka ijinkan saya mengucapkan terimakasih kepada kalian, wahai masyarakat Indonesia, yg telah menyemarakkan pesta pertama saya sedemikian rupa, baik itu sisi kiri maupun kanan. Terimakasih untuk kedua pasang calon yg telah mampu merubah pikiran awal saya tentang tidak ada calon yg bagus menjadi kegalauan karena kalian sama-sama hebat. Serta terimakasih kepada seluruh teman-teman saya baik di dunia nyata maupun maya atas tukar pikiran dan pendapatnya.

Akhirnya ijinkan saya mengucapkan selamat, kepada Bapak Joko Widodo dan Bapak Jusuf Kalla atas kemenangannya. Walaupun dapat saya katakan ini adalah kemenangan seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya milik mereka. Selamat, Pak, semoga amanah yg kami berikan kepada bapak berdua dapat dilaksanakan dengan baik. Semoga bapak semakin dapat membuktikan kepada kami bahwa kami memang memilih yg benar. Dan semoga bapak berdua selalu diberikan kesehatan sehingga semua urusannya dapat berjalan lancar. Sukses terus, Pak! Dan semoga kita sebagai masyarakat Indonesia yg dari kemarin menyatakan dukungannya kepada sisi kanan dapat membantu Pak Jokowi dalam melaksanakan tugasnya, semoga kita tidak hanya bisa mengkritik tanpa memberikan solusi nyata.

Terimakasih kawan-kawan, Salam Dua Jari.



Monday 2 June 2014

Lemah!

Saya lemah dengan perpisahan.
Saya benci ketika harus mengucapkan selamat tinggal.
Saya benci ketika harus melangkah menjauh, menoleh ke belakang, tanpa bisa kembali.
Saya benci ketika tanpa sengaja memori kembali muncul ke permukaan.
Saya benci ketika harus menahan air mata agar tidak jatuh membasahi bumi.
Saya benci ketika sadar, tak ada lagi kita.
Saya benci ketika melihat posisi saya tergantikan.
Ketika kita tak lagi tertawa bersama,
ketika saya kehilangan rutinitas saya,
ketika saya sekarang hanya bisa mengamati dari jauh.
Ya, saya selemah itu dengan perpisahan.
Entah harus dengan bahasa apa saya mengucapkan terimakasih, dan maaf.
Begitu banyak hal yang ingin saya ungkapkan, tapi semuanya tersendat di tenggorokan dan menimbulkan sesak di dada.
Saya takut, ketika saya memaksa kata-kata itu keluar, mereka akan tersamar oleh air mata.
Saya takut, ketika air mata itu mengalir, mereka akan sulit berhenti.
Saya ingin menuliskan nama kalian satu persatu, ah tapi untuk apa? Untuk semakin mengingatkan saya pada apa saja yang sudah kalian lakukan? Saya rasa tidak perlu. Tanpa diingatkan pun, semua yang kalian dan kita lakukan sudah terekam, tidak hanya di otak, tapi juga di hati.
Kalian adalah rekan kerja, teman, sahabat, serta keluarga yang luar biasa.
Terima kasih atas semua kesempurnaan..
Maaf atas semua ketidaksempurnaan..
Tolong jaga apa yang sudah kita raih, jangan cepat puas, jangan pernah patah semangat, dan jangan pernah meremehkan kemampuan seorang manusia, karena Tuhan sekalipun tidak pernah.

Jakarta, 2 Juni 2014; 22:50 WIB,
(Ca-Ex) Kepala Bidang Akademik HMTI 2013/2014,
Febriyati Kusumawardhani.

Monday 31 March 2014

50 Kilometer

07.45 - Rumah Hana.
BBM chat;
Hana: “Jangan lupa bawa helm yaa, naik motor sama aku kan?”
Rendi: “Yah lupa”
Hana: “Yaudah nanti ambil aja bentar yaa sempet kok”
Rendi: “Udah minjem kok”
"Yaelah rese banget sih!", gerutu Hana di rumahnya.
Tidak seperti biasanya, pagi itu Hana sedikit uring-uringan saat hendak berangkat ke kampus. Semalam Rendi marah padanya karena suatu hal. Hana yg merasa bersalah dan mencoba berbagai cara untuk meredakan amarah Rendi, mulai dari menjelaskan masalah tersebut, mencandai Rendi, dan mencoba bermanja-manja dengan harapan kekasihnya itu akan luluh. Tapi ya, Rendi semarah itu hingga Hana pusing dan uring-uringan sendiri hingga pagi.
Biasanya setelah tidak bertemu Rendi beberapa hari, Hana akan sangat bersemangat berangkat ke kampus untuk menemui kekasihnya itu. Tapi tidak hari ini, semangat Hana yg biasanya seperti semangat anak kecil ditawari permen, sekarang seperti tertahan dengan kekhawatiran akan sikap Rendi padanya nanti. Hana takut, bingung harus bersikap bagaimana jika bertemu Rendi dalam keadaan marah. Tapi yasudahlah, mau tidak mau, berani tidak berani, Hana harus segera bertemu Rendi. Bukan hanya agar masalah cepat selesai, tapi juga karena kewajiban mereka sebagai pemimpin organisasi untuk berkunjung ke teman-teman mereka di kampus lain. Hari ini, rencananya Rendi dan Hana serta beberapa orang lainnya akan berkunjung ke salah satu cabang universitas mereka, menjalin silaturahmi dan berbagi cerita.
08.45 - Kampus Depok.
Hana memarkir motornya dan segera saja matanya menangkap sosok Rendi. Lelaki yg disayangi dan dikaguminya itu telah duduk santai dengan sebungkus rokok dan secangkir kopi hitam di sebelahnya seperti biasa. Hana tersenyum kecil. Ah, betapa ia merindukan lelaki itu. Sudah 3 hari mereka hanya berkomunikasi via chat dan telpon karena Rendi harus pulang ke kotanya dan meninggalkan Hana di kota mereka. 3 hari memang terdengar sebentar dan tidak berarti, tapi entahlah, mengapa begitu besarnya rasa rindu Hana pada Rendi.
“Hai cowok, sendirian aja?”, sapa Hana sembari duduk di samping Rendi dan mencoba bersikap biasa. Seolah masalah mereka telah selesai.
Rendi hanya tersenyum.
“Udah sarapan belum Ren? Aku belum nih.”, tanya Hana.
“Nih sarapan.”, jawab Rendi menunjuk kopi hitam dan rokoknya.
“Kamu beli sarapan dulu sana.”, ujar Rendi melanjutkan.
“Hmm tadinya aku pengen ngajak kamu sarapan bubur ayam, tapi kamunya lagi gitu sih yaudah ngga jadi deh. Yaudah aku mau beli roti dulu aja yaa, kamu mau ngga?”, celoteh Hana seperti biasa. Rendi hanya tertawa dan menggeleng mendengar kebawelan Hana.
“Yaudah aku beli roti dulu kamu jangan kemana-mana yaa!”, ujar Hana sambil beranjak pergi.
Hana tersenyum lagi. Ekspresi dan sikap Rendi persis seperti yg Hana bayangkan. Tapi tak apa, setidaknya Rendi masih bisa tertawa dengannya. Tawa favorit Hana.
09.30 - Kampus Depok.
“Langsung berangkat yuk! Udah semua kan? Kalo kesiangan macet ntar, panas lagi.”
“Panas apaan, ada juga ini mah kayaknya bakal ujan kali.”
“Yaudahlah yuk langsung aja. Siapa yg tau jalan di depan lah.”
“Gue tau dikit doang sih, lu pake GPS gih Han.”
“Hah? Oh okey. What? 50 kilo masa kesana, satu jam 45 menit kalo menurut GPS gue.”
“Ah gila. Yaudahlah yuk langsung jalan aja. Mau nyampe jam berapa ini kita kalo ngga berangkat-berangkat.”
Akhirnya berangkatlah mereka, dengan niat silaturahmi dan solidarity, 7 lelaki dan 1 wanita, berbekal pengetahuan jalan yg minim dan teknologi bernama GPS menuju kampus teman mereka di daerah Karawaci.
11.45 - Kampus Karawaci.
Hana turun dari motor yg dikendarai Rendi dan melepas helm seraya mengibas-ngibaskan tangan mengusir hawa panas yg menyengat. Perjalanan yg cukup melelahkan menurut Hana. 50 kilometer bukan jarak yg dekat untuk ditempuh menggunakan motor. Hana melihat teman-teman seperjalanannya meregangkan badan, mencoba menyingkirkan rasa pegal di sekujur badan. Hana pun merasakan dan melakukan hal yg sama. Memang tidak bisa dipungkiri, perjalanan yg cukup melelahkan. Tetapi bagi Hana, rasa lelah yg dialami fisiknya tidak seberapa dibanding sesak yg dirasakannya atas sikap Rendi sepanjang perjalanan. Rendi yg biasanya selalu bisa mengimbangi celoteh kebawelan Hana, tadi menjadi Rendi yg lain. Rendi yg lebih diam, menjawab Hana seadanya, serta bercanda dengan canda yg menurut Hana agak dipaksakan. Ah, Rendi, masih marahkah ia pada Hana? Hana mencoba bersikap biasa, bercanda seperti biasa dengan teman-teman yg lain. Serta berkenalan dengan orang-orang baru dari Kampus Karawaci.
Tujuan Rendi, Hana, serta beberapa orang lainnya melakukan perjalanan jauh dari Depok menuju Karawaci adalah untuk berkenalan, berbagi cerita dan pengalaman, bersilaturahmi, serta merangkul teman-teman dari kampus Karawaci yg sepertinya terasing dari seluk-beluk jurusan mereka. Rendi sebagai ketua organisasi, seperti biasa menjadi pusat perhatian. Saat acara dimulai pun, seperti biasa, Rendi yg menjadi pembicara utama dan kembali jadi pusat perhatian. Bagi Hana, tidak masalah berapa banyakpun orang yg memperhatikan Rendi saat itu. Justru saat-saat itulah yg dimanfaatkan Hana untuk bisa banyak-banyak mencuri tatap wajah Rendi, melihat senyum dan tawa Rendi, mendengar suara Rendi, menikmati kemampuan bicara Rendi di depan umum yg semakin lama semakin baik. Ya, itulah Rendi, sosok lelaki yg dikaguminya, yg seringkali membuat Hana bangga memiliki sosok tersebut disisinya. Jika menuruti kemauan hati, ingin rasanya Hana menggandeng Rendi agar semua orang tau bahwa sosok mengagumkan ini adalah miliknya, dan tidak ada yg boleh mengambil Rendi darinya. Tapi Hana tau, seperti menggenggam air, semakin erat digenggam, maka air itu akan semakin habis. Begitu pula dengan manusia, semakin erat ia menggenggam seseorang, maka akan semakin mudah pula orang itu pergi darinya. Hana tidak mau itu terjadi pada Rendi, Biarlah semua sewajarnya saja. Seandainya Rendi sadar, seberarti itu ia dan hadirnya untuk Hana. Tapi Hana hanya tersenyum kecil, ikut tertawa saat yg lain tertawa, berkenalan saat tiba saatnya memperkenalkan diri, sesekali berbicara dan menyampaikan pikirannya kepada teman-teman barunya. Entah apa yg ada dipikiran Rendi saat itu, yg pasti Hana selalu mencoba agar Rendi bangga padanya, seperti ia yg selalu bangga pada Rendi.
15.00 - Kampus Karawaci.
Beberapa jam disini, membuat Hana mendapat pelajaran baru. Teman-teman mereka disini sangat kesepian, jauh dari kondisi normal kehidupan kampus yg biasa Hana alami di Depok. Padahal mereka berada di jurusan yg sama. Dengan tingkat kesulitan yg sama pula seperti Hana. Wajar jika mereka merasa kesulitan dan membutuhkan bantuan. Ah, kenapa dari dulu selalu ditunda untuk berkunjung kesini? Tapi sudahlah, setidaknya perjalanan melelahkan hari ini tidak sia-sia. Lelah dan sesak yg Hana rasakan selama perjalanan berangkat seolah terbayar dengan senyum-senyum sumringah dan sambutan ramah teman-teman Karawaci.
Rendi? Ah, dia sudah bersikap biasa, candanya sudah kembali normal dan sesekali sikapnya pada Hana membuat Hana yakin bahwa Rendi sudah tidak marah padanya. Tapi tetap saja, ada rasa takut bahwa sebenarnya Rendi masih marah padanya. Tiba waktunya pulang ke Depok, ke kota yg menyimpan jutaan tawa dan memori tak terhingga. Kembali mereka ber-8 akan menempuh perjalanan 50 kilometer, kali ini ditemani perasaan bahagia dan penuh cerita atas apa yg dialami di kampus Karawaci.
17.15 - Depok; kontrakan Rendi.
Akhirnya kasur! Ingin rasanya Hana langsung merebahkan diri dan tertidur begitu tiba di kontrakan Rendi dan teman-temannya. Perjalanan pulang sama dengan perjalanan berangkat, sama-sama melelahkan. Lebih melelahkan malah, karena menemui beberapa titik macet dan Rendi dan Hana yg sempat salah jalan. Tapi, perjalanan pulang ini lebih membahagiakan, sesak yg Hana rasakan akhirnya terangkat dan hilang. Rendi-nya sudah kembali. Menjadi Rendi yg menanggapi celotehan Hana seperti biasanya. Menjadi Rendi yg tawanya lepas dan candanya tidak dipaksakan. Menjadi Rendi yg dengan semangatnya menceritakan berbagai hal, yg dengan semangatnya merancang hal-hal yg akan datang, Rendi yg dengan semangatnya meledek dan menertawakan Hana saat Hana melakukan kebodohan. Rendi yg begini, Rendi yg begitu. Rendi yg selalu ingin Hana peluk sepanjang perjalanan. Rendi yg selalu menjadi tempat Hana ‘pulang’, menjadi tempat berbagi kebahagiaan, kelelahan, masalah, prestasi, canda, amarah, kesedihan, kebingungan, dan lain sebagainya. Rendi dan Hana sempat salah jalan dan nyasar entah kemana, kemampuan GPS yg semakin canggih selalu membuat rute baru saat mereka keluar dari jalan utama, bukannya membawa mereka kembali ke jalan utama, malahan membawa mereka melewati rute baru yg entah dimana. Tapi bagi Hana, nyasar tidak pernah semembahagiakan ini. Bersama Rendi, hidupnya selalu terasa lebih ringan, setiap detiknya mereka nikmati bersama seperti yg selalu Rendi katakan. Ya, kamu seberarti itu untuk Hana, Ren.
18.15 - Depok; Kontrakan Rendi.
Sudah waktunya Hana pulang, ke rumahnya dimana keluarga kandungnya telah menunggu. Setelah merasa cukup berisitirahat, meluruskan badan, bercanda dengan beberapa teman yg memang tinggal satu kontrakan dengan Rendi, membersihkan muka yg ampun deh dekilnya, serta sesekali memeluk Rendi, Hana harus pulang.
18.40 - Rumah Hana.
Mama sudah pulang, setelah mengucapkan salam, Hana kemudian salim kepada mama dan dicium pipinya oleh mama, setelah itu Hana ke kamarnya dan merebahkan diri di kasur. Ah iya Rendi! Hana harus mengabari Rendi bila ia sudah tiba di rumah, seperti yg tadi Rendi pesankan padanya.
LINE chat;
Rendi: hati-hati kamu
Hana: iyaa, ini aku udah nyampe rumah.
Hana: kamu lanjutin aja tidurnya istirahat yaa.
Hana berkata seperti itu karena tadi saat Hana hendak pulang dari kontrakan, Rendi sudah hampir tertidur saking lelahnya. Jelas saja Rendi lelah dan mengantuk, malam sebelumnya ia tidak tidur, demi menjaga komitmen janjian jam 9 pagi dan tidak terlambat. Ya, Rendi berhasil membuktikan komitmennya tadi pagi. Setelah mandi dan bebersih diri, Hana kembali mengecek telpon genggamnya, tak ada balasan dari Rendi yg pasti sudah terlelap. Hana merebahkan diri di kasur, memutar lagi perjalan 2x50 kilometernya yg penuh cerita dan membuatnya menambah mengenal sosok Rendi. Hana tersenyum, kemudian ia memejamkan matanya, menikmati setiap lelah di badannya, setiap memori di otaknya, dan setiap perasaan di hatinya, tak lama Hana-pun tertidur.
00.34 - Kamar Hana.
Hana terbangun oleh kebiasaan yg hampir selalu dialaminya tiap malam, selain itu juga karena gemuruh hujan di luar kamarnya menakutkannya. Hana tidak pernah suka gelap, baginya gelap membuatnya merasa sendiri, ditambah hujan begitu derasnya membuat Hana ingin bersembunyi di bawah selimut. Beruntung Hana memiliki Rendi, entah bagaimana Rendi bisa selalu ada untuk Hana. Hana mengambil telpon genggamnya dan benar saja, Rendi selalu bisa diandalkan.
LINE Chat;
Rendi: Han, aku kebangun masa.
Hana: Reeeen?
Rendi: Ya, sayang?
Hana: Kebangun lagi nih-_-
Rendi: Biasa emang kamu mah.
Rendi: Han
Hana: Apa Ren?
Rendi: Kangen masa
Rendi: :p
Hana: Oh, kangen. Iyaiyaa.
Rendi: Hehe iyaaa :p
Hana tersenyum, Rendi selalu bisa membuat Hana merasa lebih baik. Tanpa sadar, perasaan bahagia dan tenang yg menjalari hatinya membuat mata Hana perlahan terpejam lagi.
"Selamat istirahat, Ren.", ujar Hana dalam hati.


Febry,
27 Januari 2014.

Tuesday 11 February 2014

happy birthday, Pa!


Selamat Ulang Tahun, my greatest hero and handsome king. I don't know what to say, I don't know what to give, but I know how to pray and ask Allah for your healthy and success as always. Iloveyou, Pa. In every way and every steps I take in my life,
I. LOVE. YOU.

with love,
your one and only and will always be your little princess.

Sunday 9 February 2014

I Coffee You, Happy Birthday!


Entah harus bikin apalagi, bingung, ngga kepikiran juga. Siapa suruh ulangtahun pas banget sehari setelah papa? Semoga suka aja pokoknya yaa.
Happy Birthday, partner!

Wednesday 29 January 2014

flying without wings - westlife.

For me, this song is immortal, everlasting song I ever knew. Ngga cuma dari penyanyinya yg keceh-keceh, tapi ya meaning dari lagu ini sendiri tuh ternyata daleeeeeem banget. Lagu ini kan ngeheitz banget yaa jamannya gue SD entah kelas dua atau tiga SD kalo ngga salah. Waktu itu yaa gue mah sebagai anak SD yg polos cuma ngerti nyanyi-nyanyi aja, sekarang, sebenernya semenjak SMP atau SMA gitu semenjak ngerti bahasa inggris dikit-dikit, baru sadar kalo arti lagu ini tuh dalem banget yaaaa :’)
Let’s check the lyrics, in case kalian lupa gitu kan.
Everybody’s looking for a something
One thing that makes it all complete
You’ll find it in the strangest places
Places you never knew it could be

Some find it in the face of their children
Some find it in their lover’s eyes
Who can deny the joy it brings
When you’ve found that special thing
You’re flying without wings

Some find it sharing every morning
Some in their solitary lives
You’ll find it in the words of others
A simple line can make you laugh or cry

You’ll find it in the deepest friendship
The kind you cherish all your life
And when you know how much it means
You’ve found that special thing
You’re flying without wings

So, impossible as it may seem
You’ve got to fight for every dream
‘Cause who’s to know which one you let go
Would have made you complete

Well, for me it’s waking up beside you
To watch the sunrise on your face
To know that I can say I love you
At any given time or place
It’s little things that only I know
Those are the things that make you mine
And it’s like flying without wings
‘Cause you’re my special thing
I’m flying without wings

And you’re the place my life begins
And you’ll be where it ends

I’m flying without wings
And that’s the joy you bring
I’m flying without wings
So, while read the lyrics, this song is start playing in your head, right? May I say, the first person who came to your mind when you see ‘you’ in this song is the most important person for you right now? Well, now tell me, what in this life would make you flying without wings? :)

Monday 13 January 2014

Korelasi.

Bukan, ini bukan tulisan tentang materi korelasi yang jadi salah satu cabang dari ilmu statistika. Ini tentang kamu, kopi, dan hujan.
Hujan, kopi, dan kamu. Entah bagaimana ketiga hal tersebut bisa berkaitan begitu eratnya. Seperti sebuah korelasi dengan nilai KK sama dengan positif satu yang berarti kaitan ketiganya positif sempurna.
Hujan? Ah, begitu banyak tulisan tentang hujan, begitu banyak memori yang tercipta dari munculnya hujan, begitu banyak rindu yang malu menampakan diri saat datangnya hujan. Dusta jika aku katakan hujan selalu tentang kamu, setiap tetes hujan pernah memiliki ceritanya sendiri, memiliki nyawanya sendiri sehingga mampu membangkitkan kenangan akan setiap orang yang pernah menikmati hujan bersamaku. Tapi menikmati hujan bersamamu, entah bagaimana, tidak sama dengan mereka. Bersama mereka aku hanya memiliki memori, berbeda dengan saat bersamamu yang membuatku tidak hanya menyimpan memori itu di otak, tapi juga di hati. Ya, kamu telah mengajariku bagaimana menikmati hujan, bagaimana caranya dapat berjalan tetap tenang walaupun setiap tetes hujan mulai membasahi pakaianku, bagaimana tetap menciptakan cerita dan tawa saat kita berteduh dan hujan tak kunjung reda, serta kamu mengajariku bagaimana cara merindukanmu saat suara tetes hujan mulai terdengar di kejauhan. Tak jarang pula, hujan membawa kita menikmati hawa dingin, berteduh di warung kopi sederhana dengan dua cangkir kopi dan cerita tanpa henti.
Kopi hitam hangat dan torabika cappuccino dingin, kopi pertama kita, ingat? Saat kamu dan aku bercerita tentang sedikit hal di sudut kampus sembari melewati senja dan tanpa sadar waktu memaksaku untuk pulang, ketika ternyata hari sudah larut dan kopi kita sudah habis. Semenjak hari itu, aku meresmikan kamu menjadi partner ngopi cantik ku, begitu pula kamu. Beberapa kali sesudahnya, ajakan “ngopi yuk” menjadi semacam kode ketika ada hal yang ingin diceritakan antara kita. Aku dari dulu suka kopi, aku menikmati setiap sesap dan teguk kopi yang aku minum. Sebelum kamu, aku menikmati semuanya sendiri, secangkir kopi, sebuah novel, serta alunan musik ringan aku sangka cukup menemaniku menikmati waktu. Ternyata aku salah, ternyata aku bisa menikmati kopi lebih dari itu. Denganmu, setiap sesap kopi yang kuhirup memiliki aromanya sendiri, setiap teguk memiliki ceritanya sendiri, setiap kecap memiliki tawanya sendiri, serta setiap denting cangkir memiliki memori dan rindunya sendiri.
Belakangan ini hujan tanpa ampun mengguyur kotaku, kotamu, dan kota kita. Tingginya curah hujan dan dinginnya hawa yang muncul saat hujan menyebabkan menikmati kopi menjadi sebuah kewajiban. Dan mungkin ini perasaanku saja, tapi ketiganya memiliki satu makna, rindu. Saat hujan aku rindu kamu, saat menikmati kopi akupun rindu kamu. Bisa kamu bayangkan bagaimana tingginya kadar rinduku saat kedua hal tersebut datang bersamaan? Berlebihan yaa? Yaa, rinduku sedang berlebihan padamu. Maaf, jika efek dari rindu yang berlebihan ini menimbulkan ketidaknyamanan antara kita. Aku hanya ingin segera bertemu kamu, menatap matamu, melihat tawamu, menjitak pelan kepalamu, serta menendang kakimu seperti yang biasa aku lakukan.
Bagaimana? Sudah temukan korelasi yang kumaksud dari ketiga hal tersebut? Ah ya, mungkin perlu kutambahkan satu lagi, korelasi antara hujan, kopi, kamu, dan rindu. Selamat malam, G.