Monday 31 March 2014

50 Kilometer

07.45 - Rumah Hana.
BBM chat;
Hana: “Jangan lupa bawa helm yaa, naik motor sama aku kan?”
Rendi: “Yah lupa”
Hana: “Yaudah nanti ambil aja bentar yaa sempet kok”
Rendi: “Udah minjem kok”
"Yaelah rese banget sih!", gerutu Hana di rumahnya.
Tidak seperti biasanya, pagi itu Hana sedikit uring-uringan saat hendak berangkat ke kampus. Semalam Rendi marah padanya karena suatu hal. Hana yg merasa bersalah dan mencoba berbagai cara untuk meredakan amarah Rendi, mulai dari menjelaskan masalah tersebut, mencandai Rendi, dan mencoba bermanja-manja dengan harapan kekasihnya itu akan luluh. Tapi ya, Rendi semarah itu hingga Hana pusing dan uring-uringan sendiri hingga pagi.
Biasanya setelah tidak bertemu Rendi beberapa hari, Hana akan sangat bersemangat berangkat ke kampus untuk menemui kekasihnya itu. Tapi tidak hari ini, semangat Hana yg biasanya seperti semangat anak kecil ditawari permen, sekarang seperti tertahan dengan kekhawatiran akan sikap Rendi padanya nanti. Hana takut, bingung harus bersikap bagaimana jika bertemu Rendi dalam keadaan marah. Tapi yasudahlah, mau tidak mau, berani tidak berani, Hana harus segera bertemu Rendi. Bukan hanya agar masalah cepat selesai, tapi juga karena kewajiban mereka sebagai pemimpin organisasi untuk berkunjung ke teman-teman mereka di kampus lain. Hari ini, rencananya Rendi dan Hana serta beberapa orang lainnya akan berkunjung ke salah satu cabang universitas mereka, menjalin silaturahmi dan berbagi cerita.
08.45 - Kampus Depok.
Hana memarkir motornya dan segera saja matanya menangkap sosok Rendi. Lelaki yg disayangi dan dikaguminya itu telah duduk santai dengan sebungkus rokok dan secangkir kopi hitam di sebelahnya seperti biasa. Hana tersenyum kecil. Ah, betapa ia merindukan lelaki itu. Sudah 3 hari mereka hanya berkomunikasi via chat dan telpon karena Rendi harus pulang ke kotanya dan meninggalkan Hana di kota mereka. 3 hari memang terdengar sebentar dan tidak berarti, tapi entahlah, mengapa begitu besarnya rasa rindu Hana pada Rendi.
“Hai cowok, sendirian aja?”, sapa Hana sembari duduk di samping Rendi dan mencoba bersikap biasa. Seolah masalah mereka telah selesai.
Rendi hanya tersenyum.
“Udah sarapan belum Ren? Aku belum nih.”, tanya Hana.
“Nih sarapan.”, jawab Rendi menunjuk kopi hitam dan rokoknya.
“Kamu beli sarapan dulu sana.”, ujar Rendi melanjutkan.
“Hmm tadinya aku pengen ngajak kamu sarapan bubur ayam, tapi kamunya lagi gitu sih yaudah ngga jadi deh. Yaudah aku mau beli roti dulu aja yaa, kamu mau ngga?”, celoteh Hana seperti biasa. Rendi hanya tertawa dan menggeleng mendengar kebawelan Hana.
“Yaudah aku beli roti dulu kamu jangan kemana-mana yaa!”, ujar Hana sambil beranjak pergi.
Hana tersenyum lagi. Ekspresi dan sikap Rendi persis seperti yg Hana bayangkan. Tapi tak apa, setidaknya Rendi masih bisa tertawa dengannya. Tawa favorit Hana.
09.30 - Kampus Depok.
“Langsung berangkat yuk! Udah semua kan? Kalo kesiangan macet ntar, panas lagi.”
“Panas apaan, ada juga ini mah kayaknya bakal ujan kali.”
“Yaudahlah yuk langsung aja. Siapa yg tau jalan di depan lah.”
“Gue tau dikit doang sih, lu pake GPS gih Han.”
“Hah? Oh okey. What? 50 kilo masa kesana, satu jam 45 menit kalo menurut GPS gue.”
“Ah gila. Yaudahlah yuk langsung jalan aja. Mau nyampe jam berapa ini kita kalo ngga berangkat-berangkat.”
Akhirnya berangkatlah mereka, dengan niat silaturahmi dan solidarity, 7 lelaki dan 1 wanita, berbekal pengetahuan jalan yg minim dan teknologi bernama GPS menuju kampus teman mereka di daerah Karawaci.
11.45 - Kampus Karawaci.
Hana turun dari motor yg dikendarai Rendi dan melepas helm seraya mengibas-ngibaskan tangan mengusir hawa panas yg menyengat. Perjalanan yg cukup melelahkan menurut Hana. 50 kilometer bukan jarak yg dekat untuk ditempuh menggunakan motor. Hana melihat teman-teman seperjalanannya meregangkan badan, mencoba menyingkirkan rasa pegal di sekujur badan. Hana pun merasakan dan melakukan hal yg sama. Memang tidak bisa dipungkiri, perjalanan yg cukup melelahkan. Tetapi bagi Hana, rasa lelah yg dialami fisiknya tidak seberapa dibanding sesak yg dirasakannya atas sikap Rendi sepanjang perjalanan. Rendi yg biasanya selalu bisa mengimbangi celoteh kebawelan Hana, tadi menjadi Rendi yg lain. Rendi yg lebih diam, menjawab Hana seadanya, serta bercanda dengan canda yg menurut Hana agak dipaksakan. Ah, Rendi, masih marahkah ia pada Hana? Hana mencoba bersikap biasa, bercanda seperti biasa dengan teman-teman yg lain. Serta berkenalan dengan orang-orang baru dari Kampus Karawaci.
Tujuan Rendi, Hana, serta beberapa orang lainnya melakukan perjalanan jauh dari Depok menuju Karawaci adalah untuk berkenalan, berbagi cerita dan pengalaman, bersilaturahmi, serta merangkul teman-teman dari kampus Karawaci yg sepertinya terasing dari seluk-beluk jurusan mereka. Rendi sebagai ketua organisasi, seperti biasa menjadi pusat perhatian. Saat acara dimulai pun, seperti biasa, Rendi yg menjadi pembicara utama dan kembali jadi pusat perhatian. Bagi Hana, tidak masalah berapa banyakpun orang yg memperhatikan Rendi saat itu. Justru saat-saat itulah yg dimanfaatkan Hana untuk bisa banyak-banyak mencuri tatap wajah Rendi, melihat senyum dan tawa Rendi, mendengar suara Rendi, menikmati kemampuan bicara Rendi di depan umum yg semakin lama semakin baik. Ya, itulah Rendi, sosok lelaki yg dikaguminya, yg seringkali membuat Hana bangga memiliki sosok tersebut disisinya. Jika menuruti kemauan hati, ingin rasanya Hana menggandeng Rendi agar semua orang tau bahwa sosok mengagumkan ini adalah miliknya, dan tidak ada yg boleh mengambil Rendi darinya. Tapi Hana tau, seperti menggenggam air, semakin erat digenggam, maka air itu akan semakin habis. Begitu pula dengan manusia, semakin erat ia menggenggam seseorang, maka akan semakin mudah pula orang itu pergi darinya. Hana tidak mau itu terjadi pada Rendi, Biarlah semua sewajarnya saja. Seandainya Rendi sadar, seberarti itu ia dan hadirnya untuk Hana. Tapi Hana hanya tersenyum kecil, ikut tertawa saat yg lain tertawa, berkenalan saat tiba saatnya memperkenalkan diri, sesekali berbicara dan menyampaikan pikirannya kepada teman-teman barunya. Entah apa yg ada dipikiran Rendi saat itu, yg pasti Hana selalu mencoba agar Rendi bangga padanya, seperti ia yg selalu bangga pada Rendi.
15.00 - Kampus Karawaci.
Beberapa jam disini, membuat Hana mendapat pelajaran baru. Teman-teman mereka disini sangat kesepian, jauh dari kondisi normal kehidupan kampus yg biasa Hana alami di Depok. Padahal mereka berada di jurusan yg sama. Dengan tingkat kesulitan yg sama pula seperti Hana. Wajar jika mereka merasa kesulitan dan membutuhkan bantuan. Ah, kenapa dari dulu selalu ditunda untuk berkunjung kesini? Tapi sudahlah, setidaknya perjalanan melelahkan hari ini tidak sia-sia. Lelah dan sesak yg Hana rasakan selama perjalanan berangkat seolah terbayar dengan senyum-senyum sumringah dan sambutan ramah teman-teman Karawaci.
Rendi? Ah, dia sudah bersikap biasa, candanya sudah kembali normal dan sesekali sikapnya pada Hana membuat Hana yakin bahwa Rendi sudah tidak marah padanya. Tapi tetap saja, ada rasa takut bahwa sebenarnya Rendi masih marah padanya. Tiba waktunya pulang ke Depok, ke kota yg menyimpan jutaan tawa dan memori tak terhingga. Kembali mereka ber-8 akan menempuh perjalanan 50 kilometer, kali ini ditemani perasaan bahagia dan penuh cerita atas apa yg dialami di kampus Karawaci.
17.15 - Depok; kontrakan Rendi.
Akhirnya kasur! Ingin rasanya Hana langsung merebahkan diri dan tertidur begitu tiba di kontrakan Rendi dan teman-temannya. Perjalanan pulang sama dengan perjalanan berangkat, sama-sama melelahkan. Lebih melelahkan malah, karena menemui beberapa titik macet dan Rendi dan Hana yg sempat salah jalan. Tapi, perjalanan pulang ini lebih membahagiakan, sesak yg Hana rasakan akhirnya terangkat dan hilang. Rendi-nya sudah kembali. Menjadi Rendi yg menanggapi celotehan Hana seperti biasanya. Menjadi Rendi yg tawanya lepas dan candanya tidak dipaksakan. Menjadi Rendi yg dengan semangatnya menceritakan berbagai hal, yg dengan semangatnya merancang hal-hal yg akan datang, Rendi yg dengan semangatnya meledek dan menertawakan Hana saat Hana melakukan kebodohan. Rendi yg begini, Rendi yg begitu. Rendi yg selalu ingin Hana peluk sepanjang perjalanan. Rendi yg selalu menjadi tempat Hana ‘pulang’, menjadi tempat berbagi kebahagiaan, kelelahan, masalah, prestasi, canda, amarah, kesedihan, kebingungan, dan lain sebagainya. Rendi dan Hana sempat salah jalan dan nyasar entah kemana, kemampuan GPS yg semakin canggih selalu membuat rute baru saat mereka keluar dari jalan utama, bukannya membawa mereka kembali ke jalan utama, malahan membawa mereka melewati rute baru yg entah dimana. Tapi bagi Hana, nyasar tidak pernah semembahagiakan ini. Bersama Rendi, hidupnya selalu terasa lebih ringan, setiap detiknya mereka nikmati bersama seperti yg selalu Rendi katakan. Ya, kamu seberarti itu untuk Hana, Ren.
18.15 - Depok; Kontrakan Rendi.
Sudah waktunya Hana pulang, ke rumahnya dimana keluarga kandungnya telah menunggu. Setelah merasa cukup berisitirahat, meluruskan badan, bercanda dengan beberapa teman yg memang tinggal satu kontrakan dengan Rendi, membersihkan muka yg ampun deh dekilnya, serta sesekali memeluk Rendi, Hana harus pulang.
18.40 - Rumah Hana.
Mama sudah pulang, setelah mengucapkan salam, Hana kemudian salim kepada mama dan dicium pipinya oleh mama, setelah itu Hana ke kamarnya dan merebahkan diri di kasur. Ah iya Rendi! Hana harus mengabari Rendi bila ia sudah tiba di rumah, seperti yg tadi Rendi pesankan padanya.
LINE chat;
Rendi: hati-hati kamu
Hana: iyaa, ini aku udah nyampe rumah.
Hana: kamu lanjutin aja tidurnya istirahat yaa.
Hana berkata seperti itu karena tadi saat Hana hendak pulang dari kontrakan, Rendi sudah hampir tertidur saking lelahnya. Jelas saja Rendi lelah dan mengantuk, malam sebelumnya ia tidak tidur, demi menjaga komitmen janjian jam 9 pagi dan tidak terlambat. Ya, Rendi berhasil membuktikan komitmennya tadi pagi. Setelah mandi dan bebersih diri, Hana kembali mengecek telpon genggamnya, tak ada balasan dari Rendi yg pasti sudah terlelap. Hana merebahkan diri di kasur, memutar lagi perjalan 2x50 kilometernya yg penuh cerita dan membuatnya menambah mengenal sosok Rendi. Hana tersenyum, kemudian ia memejamkan matanya, menikmati setiap lelah di badannya, setiap memori di otaknya, dan setiap perasaan di hatinya, tak lama Hana-pun tertidur.
00.34 - Kamar Hana.
Hana terbangun oleh kebiasaan yg hampir selalu dialaminya tiap malam, selain itu juga karena gemuruh hujan di luar kamarnya menakutkannya. Hana tidak pernah suka gelap, baginya gelap membuatnya merasa sendiri, ditambah hujan begitu derasnya membuat Hana ingin bersembunyi di bawah selimut. Beruntung Hana memiliki Rendi, entah bagaimana Rendi bisa selalu ada untuk Hana. Hana mengambil telpon genggamnya dan benar saja, Rendi selalu bisa diandalkan.
LINE Chat;
Rendi: Han, aku kebangun masa.
Hana: Reeeen?
Rendi: Ya, sayang?
Hana: Kebangun lagi nih-_-
Rendi: Biasa emang kamu mah.
Rendi: Han
Hana: Apa Ren?
Rendi: Kangen masa
Rendi: :p
Hana: Oh, kangen. Iyaiyaa.
Rendi: Hehe iyaaa :p
Hana tersenyum, Rendi selalu bisa membuat Hana merasa lebih baik. Tanpa sadar, perasaan bahagia dan tenang yg menjalari hatinya membuat mata Hana perlahan terpejam lagi.
"Selamat istirahat, Ren.", ujar Hana dalam hati.


Febry,
27 Januari 2014.