Friday 29 May 2015

Pelanggaran Etika Profesi

DPD RI Suap Wartawan untuk Amankan Sejumlah Proyek

JAKARTA, batamtoday - Sejumlah wartawan yang menempati pos peliputan di parlemen Senayan diduga 'disuap' Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI untuk mengamankan sejumlah proyek dan pencitraan lembaga senator daerah itu.
Tak kurang dari 30 wartawan media nasional dan daerah menerima gaji bulanan dari DPD sebesar Rp 3 juta sejak Maret 2011 lalu. Para wartawan yang menerima suap itu berdalih, mereka dibayar sebagai tenaga konsultan dan tenaga ahli.

Menanggapi hal itu, Sekjen DPD RI Siti Nurbaya Bakar membantah telah menyuap wartawan parlemen, yang ada iklan advetorial di sejumlah media, bukan dalam bentuk perorangan kepada para wartawan.

"Nggak ada DPD membiayai secara khusus wartawan. Untuk teman pers seperti yang ada paling kegiatan yang biasa-biasa itu saja. Mungkin diantaranya ada advetorial tapi itupun setahu saya oleh Pak Udin (Kepala Biro Humas DPD RI) dan Linda (staf Biro Humas ke redaksi dan bukan perorangan," kata Sekjen DPD di Jakarta, Selasa (1/11/2011).

Namun setelah didesak, Siti Nurbaya mengakui meminta bantuan sejumlah wartawan untuk mempublikasikan semua agenda kegiatan DPD, termasuk mengamankan pemberitaan pembangungan kantor perwakilan DPD di daerah yang setiap provinsinya mencapai Rp 30-40 miliar agar tidak diusik media seperti halnya pembangunan gedung DPR.

"Sebetulnya DPD, khususnya anggota membutuhkan untuk dididik cara-cara berinteraksi dengan media. Para anggota DPD itu harus belajar karena fungsi politiknya harus ke masyarakat melalui pers. Itu sebabnya saya minta tolong pada beberapa teman wartawan," katanya.

Kepala Biro Humas DPD Syiaruddin sendiri mengaku tidak mengetahui adanya uang suap kepada sejumlah wartawan. Ia justru mengetahui informasi tersebut dari para wartawan yang hendak mengkonfirmasi tersebut.

"Kalau urusan advetorial memang saya dan Linda yang diminta Sekjen menanganinya. Kalau yang begitu-begitu, saya tidak tahu, mungkin itu kebijan Sekjen. Saya coba tanya ke bagian keuangan, bilang tidak tahu," katanya.

Sedangkan wartawan nasional dan daerah yang enggan di sebutkan namanya, mengaku menerima kapasitasnya sebagai pribadi. Mereka mengaku diminta Sekjen untuk menjadi tenaga konsultan.

"Awalnya saya tidak tahu tiba-tiba dipanggil diminta jadi konsultan, saya terima sejak bulan Maret. Ini tidak ada kaitannya dengan pengurus (Pengurus Koordinatoriat Wartawan DPR/MPR/DPR, red)," kata wartawan tersebut.

Wartawan media nasional lainnya mengaku diminta sebagai tenaga ahli, dengan gaji sebesar Rp 3 juta per bulan. Wartawan itu sempat mempertanyakan ke Ketua DPD Irman Gusman dan Sekjen DPD Siti Nurbaya Bakar, jika diminta menjadi tenaga ahli harusnya dia menerima gaji Rp 7 per bulan.

"Kalau saya diminta jadi tenaga ahli dibayar 3 bulan, ini sempat saya pertanyakan ke Pak Irman dan Ibu Sekjen kalau jadi tenaga ahli mestinya standarnya Rp 7 juta. Tapi saya kemudian dibujuk Pak Udin terima saja, saya terimanya sejak Pak Irman dilantik jadi ketua DPD," papar wartawan itu yang juga agar namanya dirahasiakan.

Tidak dibenarkan

Secara terpisah, Koordinator Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi mengatakan, DPD RI tidak dibenarkan menggunakan anggaran negara untuk mengaji wartawan secara pribadi.

"Kalau untuk perseorangan wartawan, jelas itu tidak diperbolehkan. Tapi, kalau kerjasamanya melalui instansi media, itu baru diperbolehkan," kata Uchok.

Untuk itu, Uchok mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) segera mengaudit keuangan DPD RI."BPK harus turun tangan mengaudit DPD. Sebab, tidak mungkin banyak kebocoran lain di DPD yang tidak benar," tuturnya.

Selain itu, Uchok menyatakan, rencana pembangunan gedung DPD seluruh wilayah Indonesia senilai Rp 823 miliar harus dibatalkan.

"Kita menagih janji Marzuki Ali,  DPR sudah membatalkan soal gedung baru.  Mestinya berani juga membatalkan anggaran pembangunan gedung DPD," katanya.

Mantan aktifis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMMI) ini meminta, DPD semestinya sadar pembangunan gedung tersebut termasuk salah satu pemborosan anggaran APBN.  Bahkan, lanjutnya, pembangunan gedung DPD itu dinilai bukan prioritas pembangunan.

"DPD tidak peka terhadap  penderitaan rakyat. Apalagi krisis global mulai berimbas ke Indonesia. Mestinya dana itu bisa untuk mengurangi beban utang negara. Ngototnya DPD tetap menerus pembangunan gedung menunjukkan politik anggaran DPD tidak berpihak kepada rakyat, karena hanya segelintir elit saja yang menikmati gedung tersebut," ungkapnya.

Pernyataan Uchok terkait pembangunan gedung DPD cukup menarik jika ditarik dengan upaya DPD memberi gaji wartawan. Pasalnya, sejumlah persoalan di DPD, seperti pembagunan gedung DPD sedikit 'aman' atau tidak terpublikasi kepada publik. Berbeda dengan DPR yang 'dihajar' habis-habisan dan akhirnya harus mengurungkan niatnya membangun gedung baru.

Tanggapan Penulis
Terkait berita yang diterbitkan oleh situs berita online batamtoday.com, saya menyayangkan perbuatan yang dilakukan wartawan berita yang mau menerima suap dari anggota DPD RI untuk mengamankan sejumlah proyek dan pencitraan lembaga senator daerah itu. Hal yang sangat disayangkan adalah seharusnya seorang wartawan atau jurnalis dapat memberikan informasi yang akurat kepada publik tanpa menutupi suatu kejelekan dari berita yang dia liput. Apalagi kalau sampai membesar-besarkan suatu berita agar menjadi bagus di mata publik padahal kejadian aslinya tidak sesuai dengan apa yang diberitakan. Hal ini dapat dikatakan sebagai kebohongan publik.


Terkait dengan pasal 1 dari kode etik jurnalistik yang menyebutkan bawa "Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.", untuk kasus di atas dapat diketahui bahwa terdapat wartawan yang menghasilkan berita yang tidak akurat, yaitu melebih-lebihkan suatu kejadian agar mendapat citra yang baik di mata masyarakat.
Selain itu juga berkaitan dengan pasal 6 kode erik jurnalistik yang menyebutkan "Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.", hal ini lagi-lagi menunjukkan pelanggaran yang telah dilakukan wartawan tersebut, menerima suap demi kepentingan pribadinya dan menyajikan berita yang tidak sesuai dengan realita.

Pelanggaran kode etik yang dilakukan wartawan tersebut mungkin tidak begitu heboh beritanya seperti pelanggaran kode etik yang dilakukan profesi lain dalam urusan menerima suap. Tapi apakah para wartawan yang menerima suap itu sadar, bahwa informasi yang mereka sampaikan umumnya akan diterima mentah-mentah oleh masyarakat? Apa yang terjadi jika masyarakat begitu saja percaya dengan berita yang mereka sampaikan? Padahal seharusnya sebagai orang yang bertugas memberikan informasi, para wartawan harus menyajikan berita sesuai fakta yang ada di lapangan. Tidak dikurangi, atau dilebih-lebihkan. Semoga hukum Indonesia akan menindak tegas para wartawan yang melanggar tersebut sehingga mengurangi jumlah informasi yang tidak akurat dan tidak terjadi lagi pembohongan dan pembodohan terhadap publik.


Sumber berita:
http://www.batamtoday.com/berita9076-DPD-RI-Suap-Wartawan-untuk-Amankan-Sejumlah-Proyek.html

Sumber lainnnya:
http://www.dewanpers.or.id/page/kebijakan/peraturan/?id=513

Thursday 30 April 2015

Etika Profesi - Persatuan Wartawan Indonesia


PERSATUAN WARTAWAN INDONESIA

Persatuan Wartawan Indonesia selanjutnya dikenal dengan nama PWI adalah organisasi profesi wartawan pertama di Indonesia. PWI berdiri pada 9 Februari 1946 di Surakarta bertepatan dengam Hari Pers Nasional. PWI beranggotakan wartawan yang tersebar di seluruh Indonesia Saat ini PWI dipimpin oleh Margiono selaku ketua umum yang menjabat sejak 2013 hingga 2018.
Berdirinya organisasi PWI menjadi awal perjuangan Indonesia dalam menentang kolonialisme di Indonesia melalui media dan tulisan. Setelah berdirinya PWI, organisasi serupa juga didirikan. Organisasi tersebut adalah Serikat Penerbit Suratkabar atau SPS pada 8 Juni 1946. Serikat Penerbit Suratkabar mengganti namanya menjadi Serikat Perusahaan Pers pada 2011, bertepatan dengan hari jadi SPS yang ke-65. Kepentingan untuk mendirikan SPS pada waktu itu bertolak dari pemikiran bahwa barisan penerbit pers nasional perlu segera ditata dan dikelola, dalam segi idiil dan komersialnya, mengingat saat itu pers penjajah dan pers asing masih hidup dan tetap berusaha mempertahankan pengaruhnya. Karena jarak waktu pendiriannya yang berdekatan dan memiliki latar belakang sejarah yang serupa, PWI dan SPS diibaratkan sebagai "kembar siam" dalam dunia jurnalistik.
Sebelum didirikan, PWI membentuk sebuah panitia persiapan pada awal awal tahun 1946. Panitia persiapan tersebut dibentuk pada tanggal 9-10 Februari 1946 di balai pertemuan Sono Suko, Surakarta, saat diadakannya pertemuan antar wartawan Indonesia. Pertemuan itu dihadiri oleh beragam wartawan, diantaranya adalah tokoh-tokoh pers yang sedang memimpin surat kabar, majalah, wartawan dan pejuang. Pertemuan tersebut menghasilkan dua keputusan, diantaranya adalah
Disetujui membentuk organisasi wartawan Indonesia dengan nama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), yang diketuai oleh Mr. Sumanang Surjowinoto dengan sekretaris Sudarjo Tjokrosisworo. Disetujui membentuk sebuah komisi beranggotakan:
1.        Sjamsuddin Sutan Makmur (Harian Rakyat Jakarta),
2.        B.M. Diah (Harian Merdeka, Jakarta).
3.        Abdul Rachmat Nasution (kantor berita Antara, Jakarta).
4.        Ronggodanukusumo (Suara Rakyat, Mojokerto).
5.        Mohammad Kurdie (Suara Merdeka, Tasikmalaya).
6.        Bambang Suprapto (Penghela Rakyat, Magelang).
7.        Sudjono (Surat Kabar Berjuang, Malang)
8.        Suprijo Djojosupadmo (Surat Kabar Kedaulatan Rakyat,Yogyakarta).
Delapan orang komisi yang telah dibentuk tersebut selanjutnya dibantu oleh Mr. Sumanang dan Sudarjo Tjokrosisworo, merumuskan hal-ihwal persuratkabaran nasional waktu itu dan usaha mengkoordinasinya ke dalam satu barisan pers nasional. Komisi beranggotakan 10 orang tersebut dinamakan juga “Panitia Usaha”. Tiga minggu kemudian, Panitia Usaha mengadakan pertemuan kembali di Surakarta bertepatan dengan sidang Komite Nasional Indonesia Pusat yang berlangsung dari 28 Februari hingga Maret 1946. Panitia Usaha mengadakan pertemuan dan membahas masalah pers yang dihadapi. Dari pertemuan itu lah kemudian disepakati didirikannya Serikat Perusahaan Suratkabar dalam rangka mengkoordinasikan persatuan pengusaha surat kabar yang pendirinya merupakan pendiri PWI.
Bertempat digedung musium pers Solo (saat ini), pada tanggal 9 Februari 1946, diadakan pertemuan untuk membentuk Persatuan Wartawan Indonesia. Tidak pada saat itu tanggal 9 Februari ditetapkan sebagai Hari Pers Nasional (HPN). Gagasan ini baru muncul pada Kongres Ke-16 PWI di Padang. Ketika itu, bulan Desember 1978, PWI Pusat masih dipimpin Harmoko. Salah satu keputusan Kongres adalah mengusulkan kepada pemerintah agar menetapkan tanggal 9 Februari sebagai HPN. Ternyata semua ini harus menunggu tujuh tahun lagi untuk dapat disetujui. Melalui Surat Keputusan Presiden No. 5/1985, maka hari lahir PWI itu resmi menjadi HPN. Boleh jadi ini merupakan usaha lobi tingkat tinggi Harmoko, yang sejak 1983 menjadi Menteri Penerangan. Sebenarnya 9 Februari 1946 memang punya nilai historis bagi komunitas pers di Indonesia. Sebab, pada hari itulah diselenggarakan pertemuan wartawan nasional yang melahirkan PWI, sebagai organisasi wartawan pertama pasca kemerdekaan Indonesia dan menetapkan Sumanang sebagai ketuanya. Namun, PWI bukanlah organisasi wartawan pertama yang didirikan di Indonesia. Jauh sebelum itu, dizaman Belanda sejumlah organisasi wartawan telah berdiri dan menjadi wadah organisasi para wartawan. Satu di antaranya yang paling menonjol adalah Inlandsche Journalisten Bond (IJB). Organisasi ini berdiri pada tahun 1914 di Surakarta. Pendiri IJB antara lain Mas Marco Kartodikromo yang mengaku muridnya dari Tirto Adhi Surjo, kemudian juga pendiri lainnya adalah Dr. Tjipto Mangunkusumo, Sosro Kartono dan Ki Hadjar Dewantara. IJB merupakan organisasi wartawan pelopor yang radikal, dimana sejumlah anggotanya sering diadili bahkan ada yang diasingkan ke Digul oleh penguasa kolonial Belanda. Selain IJB, organisasi wartawan lainnya adalah Sarekat Journalists Asia (berdiri 1925), Perkumpulan Kaoem Journalists (1931), serta Persatoean Djurnalis Indonesia (1940). Berbagai organisasi wartawan tersebut tidak berumur panjang akibat tekanan dari pemerintahan kolonial. Pada tahun 1984, melalui Peraturan Menteri Penerangan Harmoko (Permenpen) No. 2/1984, PWI dinyatakan sebagai satu-satunya organisasi wartawan atau wadah tunggal, yang boleh hidup di Indonesia adalah PWI. Dan setahun setelah menjadi wadah tunggal, pada 1985 PWI berhasil mengegolkan HPN tersebut.


ASAS ASAS PWI

Pasal  1
(1)     Organisasi  ini  bernama  Persatuan Wartawan  Indonesia, (PWI), didirikan di Solo pada tanggal 9 Februari 1946 untuk waktu yang tidak ditentukan.
(2)    PWI berasaskan Pancasila.
(3)     PWI adalah organisasi Wartawan Indonesia independen dan profesional tanpa memandang baik suku, agama, dan golongan maupun keanggotaan organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan.
Pasal 2
(1)     Keberadaan PWI  meliputi  seluruh  wilayah  Negara Kesatuan Republik  Indonesia.
a.       PWI Pusat berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia
b.      PWI Provinsi berkedudukan di Ibukota Provinsi.
c.       PWI Kabupaten/Kota berkedudukan di Ibukota Kabupaten/Kota
d.      PWI khusus Solo berkedudukan di Surakarta.
(2)     PWI memiliki:
          Peraturan Dasar, Peraturan Rumah Tangga, dan Kode Etik Jurnalistik;
          Lambang, Panji, dan Lencana;
          Hymne dan Mars.
(3)     Peraturan Dasar, Peraturan Rumah Tangga, Kode  Etik  Jurnalistik,  Lambang, Panji, Lencana, Hymne dan Mars, ditetapkan oleh Kongres.
Pasal  3
(1)     PWI  menerbitkan  Kartu Anggota terdiri atas:
a.         Anggota Muda;
b.        Anggota Biasa;
c.         Anggota Luar Biasa;
d.        Anggota Kehormatan.

TUJUAN DAN UPAYA

Pasal 4
Tujuan PWI adalah:
a.        Tercapainya cita-cita bangsaIndonesia sebagaimana diamanatkan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945;
b.        Terwujudnya kehidupan Pers Nasional yang merdeka, profesional, bermartabat, dan beradab;
c.        Terpenuhinya  hak  publik memperoleh informasi yang tepat, akurat, dan benar;
d.       Terwujudnya  tugas   pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan publik.
Pasal 6
(1)     Ke dalam, PWI berupaya:
a.       Memupuk kepribadian wartawan Indonesia sebagai warga negara  yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan taat pada konstitusi;
b.      Memupuk kesadaran dan komitmen wartawan Indonesia untuk  berperanserta di dalam pembangunan bangsa dan negara;
c.       Meningkatkan ketaatan wartawan pada Kode Etik Jurnalistik, dibilitas, dan integritas wartawan dan PWI;
d.      Mengembangkan kemampuan profesional wartawan;
e.       Memberikan bantuan dan perlindungan hukum kepada wartawan dalam melaksanakan tugas profesinya;
f.       Memperjuangkan kesejahteraan wartawan.

(2)     Keluar PWI berupaya:
Memperjuangkan terlaksananya peraturan perundang-undangan serta kehidupan bermasyarakat,  berbangsa, dan bernegara yang menjamin pertumbuhan dan pengembangan pers yang merdeka, profesional, dan bermartabat;
Menjalin  kerja   sama   dengan  unsur pemerintah, masyarakat, dan organisasi pers di dalam dan di luar negeri;
Memperjuangkan keadilan dan kebenaran berdasarkan supremasi hukum.
Pasal 8
(1)     Syarat-syarat  menjadi Anggota Muda adalah:
a.         Bekerja sebagai wartawan pada perusahaanmedia yang berbadan hukum;
b.         Tidak pernah dihukum oleh pengadilan karena melakukan tindak pidana yang bertentangan dengan martabat dan profesi kewartawanan.
(2)      Untuk menjadi Anggota Biasa PWI seseorang harus memenuhi persyaratan:
a. Mempunyai sertifikat Kompetensi atau dinyatakan Kompeten oleh PWI Pusat;
b. Sudah  menjadi  Anggota  Muda PWI  selama 2 (dua) tahun;
c. Mengajukan permohonan peningkatan status keanggotaan;
d.Menjalankan profesi kewartawanan secara aktif;
e. Bekerja  pada perusahaan media yang berbadan hukum;
f.  Tidak  dinyatakan bersalah oleh pengadilan negeri karena melakukan tindak pidana yang bertentangan dengan martabat dan profesi kewartawanan dan asas serta tujuan PWI.
(3)     Anggota  Biasa  yang  tidak  aktif  lagi melakukan kegiatan jurnalistik dapat menjadi Anggota Luar Biasa.
(4)     Untuk dapat diangkat menjadi Anggota Kehormatan PWI seseorang (Warga Negara Indonesia) harus berjasa luar biasa bagi perkembangan Pers Nasional, khususnya PWI.


Pasal 7
Setiap Anggota PWI berkewajiban:
a.           Menaati Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga PWI serta keputusan-keputusan organisasi;
b.           Menjaga  kredibilitas dan integritas profesi serta organisasi;
c.           Menaati Kode Etik Jurnalistik;
d.          Membayar uang iuran.

Pasal 8
Anggota PWI dilarang menjadi anggota organisasi wartawan lainnya yang berbadan hukum di tingkat nasional dan daerah.

Susunan Pengurus PWI 2013 – 2018

PENASIHAT :
H. Tarman Azzam (Ketua) (Hr Terbit)
M. Noeh Hatumena (Jurnal Pers Indonesia)
Gusti (Pangeran) Rusdy Effendy (Banjarmasin Post)
M. Soleh Thamrin (Sriwijaya Post)
Tribuana Said (Waspada)
HM Saiful Hadi (LKBN Antara)
Djoko Saksono (Telstra)
Adnan NS (Waspada)
Astrid BS Soerjo (Neraca)
Teddy Kharsadi (Info Pasar)
Banjar Chaeruddin (Sinar Harapan)

PENGURUS HARIAN :
Ketua Umum : Margiono (Jawa Pos)
Ketua Bidang Organisasi : Sasongko Tedjo (Suara Merdeka)
Ketua Bidang Pembinaan Daerah : Atal S Depari (Sportanews.com)
Ketua Bidang Advokasi/Ketua LBH Wartawan : Tri Agung Kristanto (Kompas)
Ketua Bidang Pendidikan : Marah Sakti Siregar (Cek & Ricek)
Ketua Bidang Kerjasama Lembaga : Timbo Siahaan (Jak TV)
Ketua Bidang Luar Negeri : Teguh Santosa (RM Online)
Ketua Bidang Multimedia, Teknologi Informasi : Priyambodo RH (LKBN Antara)
Kepala Sekretariat
Sekretaris Jenderal : Hendry Ch Bangun (Kompas)
Wakil Sekretaris Jenderal : Kiki Iswara (Rakyat Merdeka)
Wakil Sekretaris Jenderal : Marthen Slamet (Koran Jakarta) Rudy Novrianto (Jurnal Pers Indonesia)
Bendahara Umum : Budi R Hakim (Rakyat Merdeka)
Wakil Bendahara Umum : Muhamad Ihsan (Warta Ekonomi)
Komisi Pendidikan : Hendro Basuki (Suara Merdeka)
Anggota : 1. Widodo Asmowiyoto (Pikiran Rakyat) 2. Jimmy Silalahi (Bali TV) 3. Immas Sunarya (TVRI) 4. Artini Suparmo (Jurnal LSPR) 5. Kemal Effendi Gani (SWA) 6. Arief Budi Susilo (Bisnis Indonesia) 7. Fathurachman (Media Kalimantan) 8. Bambang Eka Wijaya (Lampung Pos) 9. Rita Sri Hastuti (Warisan Indonesia) 10. Encub Subekti (SJI)

Komisi Kompetensi Wartawan : Kamsul Hasan (Pos Kota)
Anggota : 1. Djunaedi Tjunti Agus (Suara Karya) 2. Heddy Lugito (GATRA) 3. Naungan Harahap (Pikiran Rakyat) 4. Dirut RRI 5. Dirut TVRI 6. Zulkifli Gani Otto (Fajar) 7. M. Nasir (Kompas) 8. Chaerul Jasmi (Singgalang) 9. Deny Kurnia (Haluan) 10. Deni Soeoed
Departemen-Departemen
Seksi Departemen Wartawan Film, Kebudayaan & Pariwisata : Yusuf Susilo Hartono (Visual Art)
Seksi Wartawan Politik dan Ekonomi : Nasihin Masha (Republika) Putra Nababan (MetroTV)

Direktur Program
Direktur Riset dan Komunikasi Publik : Agus Sudibyo (Jurnal Pers Indonesia). Direktur Televisi dan Radio: Titin Rosmasari (Trans7).
Direktur Media Cyber & Media Sosial : Arifin Asydhad (detikcom)
Direktur Media Cetak : Ratna Susilowati (Rakyat Merdeka)
Direktur Usaha/Kesejahteraan : Muchlis Hasyim (Inilah.com)
Anggota : Nurcholish MA Basyari (Warta Ekonomi) Suprapto (Warta Kota) Yapto Subiyakto (Jurnal Pers Indonesia)
Direktur UKW : Usman Yatim (Madina)
Direktur SJI : Ahmed Kurnia S (InfoPublik)
DEWAN KEHORMATAN
Ketua Merangkap Anggota : H. Ilham Bintang (Cek & Ricek)
Sekretaris Merangkap Anggota: 1. Wina Armada (MNC) 2. Suryopratomo (Metro TV) 3. Indrawadi Tamin (TVRI) 4. Rikard Bagun (Kompas) 5. Karni Ilyas (TV One) 6. Sabam Siagian (Jakarta Post) 7. Ishadi SK(Trans Corp) 8. Asro Kamal Rokan (Jurnas)‎

KONFEDERASI WARTAWAN ASEAN (CAJ)
Sekretaris Tetap : A. Kusaeni (LKBN Antara)
Wakil Sekretaris Tetap : Rahmad Nasution (LKBN Antara)
Direktur : Bob Iskandar (Radio RKM)
Direktur : Solon Sihombing (INC TV USA)‎

SIWO Pusat
Penanggung Jawab : Raja Parlindungan Pane (The 1st Time)
Ketua Harian : AA GWA Ariwangsa (Suara Karya)
Wakil Ketua : Mardjan Zen (Pikiran Rakyat)
Sekretaris : Firmansyah Gindo (RRI)
Anggota : Dede Isharudin (Bola) Dede Hermawan (RM) Tommy Yosrifal (ANTV)‎‎

YAYASAN DANA BAKTI‎ PWI
Pendiri : Jakob Oetama, Dahlan Iskan, Chairul Tanjung
Pembina : Sofyan Lubis, Ishadi SK, Alwi Hamu
Pengawas : Soleh Thamrin, Syafik Umar, Baedhowi Adnan
Pelaksana : Kiki Iswara, Moh. Ihsan, Marthen Selamet Susanto




Sumber:

www.pwi.or.id

Tanggapan penulis:
Alangkah baiknya jika PWI sebagai organisasi yang menghimpun wartawan dari seluruh Indonesia mempertegas anggotanya dalam hal penyaringan berita di Indonesia. Karena dari kacamata penulis, pada era sekarang ini banyak wartawan yang hanya mementingkan peliputan berita tanpa memikirkan efeknya bagi masyarakat saat berita itu ditayangkan. Contohnya seperti berita berbau pornografi atau kekerasan, tanpa adanya penyaringan yang baik, justru efeknya adalah masyarakat dibawah umur menjadi penasaran dan menjadi mencontoh kegiatan tersebut.