Monday 13 January 2014

Korelasi.

Bukan, ini bukan tulisan tentang materi korelasi yang jadi salah satu cabang dari ilmu statistika. Ini tentang kamu, kopi, dan hujan.
Hujan, kopi, dan kamu. Entah bagaimana ketiga hal tersebut bisa berkaitan begitu eratnya. Seperti sebuah korelasi dengan nilai KK sama dengan positif satu yang berarti kaitan ketiganya positif sempurna.
Hujan? Ah, begitu banyak tulisan tentang hujan, begitu banyak memori yang tercipta dari munculnya hujan, begitu banyak rindu yang malu menampakan diri saat datangnya hujan. Dusta jika aku katakan hujan selalu tentang kamu, setiap tetes hujan pernah memiliki ceritanya sendiri, memiliki nyawanya sendiri sehingga mampu membangkitkan kenangan akan setiap orang yang pernah menikmati hujan bersamaku. Tapi menikmati hujan bersamamu, entah bagaimana, tidak sama dengan mereka. Bersama mereka aku hanya memiliki memori, berbeda dengan saat bersamamu yang membuatku tidak hanya menyimpan memori itu di otak, tapi juga di hati. Ya, kamu telah mengajariku bagaimana menikmati hujan, bagaimana caranya dapat berjalan tetap tenang walaupun setiap tetes hujan mulai membasahi pakaianku, bagaimana tetap menciptakan cerita dan tawa saat kita berteduh dan hujan tak kunjung reda, serta kamu mengajariku bagaimana cara merindukanmu saat suara tetes hujan mulai terdengar di kejauhan. Tak jarang pula, hujan membawa kita menikmati hawa dingin, berteduh di warung kopi sederhana dengan dua cangkir kopi dan cerita tanpa henti.
Kopi hitam hangat dan torabika cappuccino dingin, kopi pertama kita, ingat? Saat kamu dan aku bercerita tentang sedikit hal di sudut kampus sembari melewati senja dan tanpa sadar waktu memaksaku untuk pulang, ketika ternyata hari sudah larut dan kopi kita sudah habis. Semenjak hari itu, aku meresmikan kamu menjadi partner ngopi cantik ku, begitu pula kamu. Beberapa kali sesudahnya, ajakan “ngopi yuk” menjadi semacam kode ketika ada hal yang ingin diceritakan antara kita. Aku dari dulu suka kopi, aku menikmati setiap sesap dan teguk kopi yang aku minum. Sebelum kamu, aku menikmati semuanya sendiri, secangkir kopi, sebuah novel, serta alunan musik ringan aku sangka cukup menemaniku menikmati waktu. Ternyata aku salah, ternyata aku bisa menikmati kopi lebih dari itu. Denganmu, setiap sesap kopi yang kuhirup memiliki aromanya sendiri, setiap teguk memiliki ceritanya sendiri, setiap kecap memiliki tawanya sendiri, serta setiap denting cangkir memiliki memori dan rindunya sendiri.
Belakangan ini hujan tanpa ampun mengguyur kotaku, kotamu, dan kota kita. Tingginya curah hujan dan dinginnya hawa yang muncul saat hujan menyebabkan menikmati kopi menjadi sebuah kewajiban. Dan mungkin ini perasaanku saja, tapi ketiganya memiliki satu makna, rindu. Saat hujan aku rindu kamu, saat menikmati kopi akupun rindu kamu. Bisa kamu bayangkan bagaimana tingginya kadar rinduku saat kedua hal tersebut datang bersamaan? Berlebihan yaa? Yaa, rinduku sedang berlebihan padamu. Maaf, jika efek dari rindu yang berlebihan ini menimbulkan ketidaknyamanan antara kita. Aku hanya ingin segera bertemu kamu, menatap matamu, melihat tawamu, menjitak pelan kepalamu, serta menendang kakimu seperti yang biasa aku lakukan.
Bagaimana? Sudah temukan korelasi yang kumaksud dari ketiga hal tersebut? Ah ya, mungkin perlu kutambahkan satu lagi, korelasi antara hujan, kopi, kamu, dan rindu. Selamat malam, G.

2 comments:

  1. ah. sangat mudah dimengerti apa korelasi yang dimaksut. sudahi saja feb, ungkapkan apa yang belum terungkap... hahahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. gimana tuh korelasi yang dimaksud? coba coba mau tau dooongs.

      Delete