Part 1
Manusia dan Penderitaan
A. Pengertian Penderitaan
Penderitaan dan kata derita. Kata derita berasal dari kata bahasa
sansekerta dhra artinya menahan atau menanggung. Derita artinya menanggung atau
merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan. Penderitaan itu dapat lahir atau
bathin, atau lahir bathin. Yang termasuk penderitaan itu ialah keluh kesah,
kesengsaraan, kelaparan, kekenyangan, kepanasan, dan lain – lain.
Penderitan termasuk realitas dunia dan manusia. Itenitas penderitaan
bertingkat – tingkat, ada yang berat ada juga yang ringan. Namun peranan
individu juga menentukan berat tidaknya itensitas penderitaan. Suatu peristiwa
yang dianggap penderitaan oleh seseorang belum tentu merupakan penderitaan bagi
orang lain. Dapat pula suatu penderitaan merupakan energy untuk bengkit bagi
seseorang, atau sebagai langkah awal untuk mencapai kenikmatan dan kebahagiaan.
Baik dalam alquran maupun kitap suci agama lain banyak surat dan ayat yang
menguraikan tentang penderitaan yang dialami oleh manusia atau berisi
peringatan bagi manusia akan adanya penderitaan. Tetapi umumnya manusia kurang
memperhatikan peringatan tersebut, sehingga manusia mengalami penderitaan.
Penderitaan adalah sebuah kata yang sangat dijauhi dan paling tidak
disenangi oleh siapapun. Berbicara tentang penderitaan ternyata penderitaan
tersebut berasal dari dalam dan luar diri manusia. Biasanya orang menyebut
dengan factor internal dan faktor eksternal.
Dalam diri manusia itu ada cipta, rasa dan karysa. Karsa adalah sumber yang
menjadi penggerak segala aktivitas manusia. Cipta adalah realisasi dari adanya
karsa dan rasa. Baik karsa maupun rasa selalu ingin dipuaskan. Karena selalu
ingin dilayani, sedangkan rasa selalu ingin dipenuhi tuntutannya. Baru dalam
keduanya menemukan yang dicarinya atau diharapkan manusia akan merasa senang,
merasa bahagia.
Apabila karsa dan rasa tidak terpenuhi apa yang dimaksudkan, manusia akan
mendata rasa kurang mengakibatkan munculnya wujud penderitaan, bahkan lebih
dari itu, yaitu rasa takut.
Rasa takut itu justru sudah menyelinap dan dating menyerang kita sebelum
bencana atau bahaya itu dating menyerangnya. Sekarang yang paling penting
adalah bagaimana upaya kita meniadakan rasa kurang dan rasa takut itu. Karena
kedua rasa itu termasuk penyakit batin masuia, maka usaha terbaik ialah
menyehatkan bathin itu sendiri, rasa kurang itu muncul dikarenakan adanya
anggapan lebih pada pihak lain.
Kita sudah tahu bahwa factor – factor yang mempengaruhi penderitaan itu
adalah factor internal dan faktor eksternal. Eksternal datangnya dari luar diri
manusia. Factor ini dapat dibedakan atas dua macam ; yaitu eksternal murni dan
tak murni. Eksternal murni adalah penyebab yang benar – benar berasal dari luar
diri manusia yang bersangkutan. Penderitaan itu tidak bukan merupakan akibat
ulah manusia yang bersangkutan.
B. Pengertian Siksaan
Siksaan dapat diartikan sebagai siksaan badan / jasmani, dan dapat pula
berupa siksaa jiwa/ rohani. Akibat siksaan yang dialami seseorang, timbullah
penderitaan.
Siksaan yang sifatnya psikis, misalnya kebimbangan, kesepian dan ketakutan.
Kebimbangan dialami oleh seseorang bila ia pada suatu saat tiak dapat
menetukan pilihan mana yang akan dipilih. Misalnya pada suatu saat apakah
seseorang yang bimbang itu pergi / tidak, siapakah dari kawannya yang akan
dijadikan pacar pertamanya? Akibat dari kebimbangan seseorang berada pada
keadaan yang tidak menentu sehingga ia merasa tersiksa dalam hidupnya saat itu.
Kesepian dialami alah seseorang merupakan rasa sepi dalam dirinya sendiri/
jiwanya walaupun ia dalam lingkungan orang ramai. Kesepian ini tidak boleh
dicampur adukkan dengan keadaan sepi seperti yang dialami petapa / biarawan
yang tinggalnya ditempat yang sepi.
Ketakutan merupakan bentuk lain yang dapat menyebabkan seseorang mengalami
siksaan batin. Bila rasa takut itu dibesar – besarkan tidak pada tempatnya,
maka disebut sebagai phobia. Pada umumnya orang memiliki satu / lebih phobia
ringan seperti takut pada tikus, ular, serangga dll. Tetapi pada sementara
orang ketakutan itu semakin hebatnya sehingga sangat menganggu.
Berbicara tentang siksaan, maka terbayang pada ingatan kita tentang
nerakadan dosa dan akhirnya firman Tuhan dalam kitab
suci Al – Quran. Seperti kita maklumi di dalam kitab suci Al – Quran terdapat
banyak sekalisurat dan ayat yang membicarakannya tentang
siksaan ini.
Dalam Al – Quran surat – surat lain banyak berisi jenis ancaman dan
siksaan bagi orang – orang musyrik, syirik, makan riba, dengki, memfitnah,
mencuri, makan harta anak yatim, dan sebagainya. Namun siksaan yang dialami
manusia setelah didunia fana ini tidak akan dibicarakan oleh penulis dalam
modul ini, karena itu tugas para ahli agama.
Berbicara tentang siksaan terbayang dibenak kita sesuatu yang sangat
mengerikan bahkan mungkin mendirikan bulu kuduk kita, siksaan itu berupa
penyakit, siksaan hati, siksaan badan oleh orang lain dan sebagainya.
Siksaan manusia ini ternyata juga menimbulkan kreativitas bagi yang pernah
mengalami siksaan atau orang lain yang berjiwa seni yang menyaksikan baik
langsung ataupun tidak langsung.
C. Pengertian Rasa Sakit
Rasa sakit adalah rasa yang tidak enak bagi pendeirta, rasa sakit atau
penyakit tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Penderitaan rasa sakit,
dan siksaan merupakan rangkaian yang satu dengan lainnya tak dapat dipisahkan
merupakan rentetan sebab akibatnya. Karena siksaan orang merasa sakit dank
arena merasa sakit orang menderita.
Rasa sakit banyak hikmahnya, antara lain dapat mendekatkan diri penderita
kepada Tuhan, dapat menimbulkan rasa kasihan terhadap penderita dapat membuka
rasa keprihatinan manusia, rasa social, dermawan, dan sebagainya.
Tiap rasa sakit atau penyakit ada obatnya hanya tergantung kepada penderita
atau keluarga penderita, apakah ada usaha atau tidak.
D.
Sumber Penderitaan
1.
Kehilangan Adalah Sumber
Penderitaan
Setiap orang selalu berharap kebahagiaan di dalam
kehidupan keluarganya langgeng, abadi, sehingga terkadang lupa hidup berkeluarga
pada suatu hari nanti akan meninggalkan atau ditinggalkan oleh pasangan
hidupnya karena kematian ataupun perpisahan yang kita mengenal dengan istilah
'perceraian.' Kehilangan teman hidup karena kematian ataupun perpisahan
merupakan pengalaman yang menimbulkan luka perih dihati yang cukup dalam
sekaligus menghancurkan kondisi kejiwaan. Kehilangan dalam suatu perkawinan
menimbulkan rasa sakit & kesedihan pada saat menyertai kepergian sosok
orang kita cintai. Berbagai perubahan secara fisik, kejiwaan, ekonomi, harga
diri, kesehatan, kerabat & keluarga bahkan status di FB merupakan beban
tersendiri bagi mereka yang mengalaminya. Beban itu menjadi terasa lebih berat
karena adanya perasaan bersalah, kegagalan, hilangnnya harapan di masa depan.
Proses pemulihan diri tidaklah mudah, seringkali adanya hambatan dalam berbagai segi yang lain terlebih jika seseorang harus berjalan seorang diri. Rasa sakit yang diderita karena perpisahan adalah sama dengan kehilangan pasangan hidup karena kematian. Terutama kematian itu datang begitu sangat mendadak dan tiba-tiba tanpa diduga sebelumnya. Rasa sakit itu melanda setiap orang yang pernah, sedang atau akan mengalami kehilangan orang yang dicintainya. Meski cara kehilangan berbeda-beda, derita yang ditimbulkannya, keterasingan & kesepian tetap saja dirasakannya karena dalam masyarakat masih menganggap hidup berpasangan sebagai kehidupan keluarga ideal menyebabkan proses pemulihan & penyesuaian diri sama sulitnya bagi mereka yang kehilangan pasangan hidupnya karena kematian atau perpisahan.
Proses kesedihan dan kedukaan kehilangan orang yang dicintainya maupun yang menyakiti hatinya terkadang bisa dengan mudah untuk disembuhkan tetapi juga ada yang membutuhkan waktu yang cukup lama, yang menentukan adalah seberapa besar keridhaan seseorang menerima ketetapan Allah. Keridhaan adalah mengosongkan hati dari segala hal dan yang ada hanyalah Allah tetapi jika kita tidak menerima yang menjadi ketetapan Allah atas dirinya maka hatinya dipenuhi oleh kesedihan, kedukaan, kebencian dan kemarahan yang membuat hidupnya semakin terpuruk sehingga langkah awal untuk penyembuhan akibat pengalaman pahit dalam hidup anda adalah menyadari dan lebih mengenal diri sendiri agar bisa menerima apapun yang telah ditetapkan oleh Allah dan juga menggunakan pengalaman tersebut untuk membantu, mencegah serta menghindarkan orang lain dari keterpurukan. Hal itu membuat hidup anda bahagia & bermakna bagi sesama.
'Seorang hamba yg ditimpa bencana lalu mengucapkan 'Inna lillahi wa ina ilaihi raji'uun (Sesungguhnya kita milik Allah dan kepadaNya kita akan kembali). Ya Allah, berikanlah aku pahala (kebaikan) dalam bencana yang sedang menimpaku ini dan gantilah untukku satu kebaikan daripadanya, 'Yang dengan bacaan itu Allah akan memberikan pahala terhadap bencana yang sedang menimpa dirinya dan Allah akan menggantinya dengan satu kebaikan untuknya.' (HR. Muslim).
Proses pemulihan diri tidaklah mudah, seringkali adanya hambatan dalam berbagai segi yang lain terlebih jika seseorang harus berjalan seorang diri. Rasa sakit yang diderita karena perpisahan adalah sama dengan kehilangan pasangan hidup karena kematian. Terutama kematian itu datang begitu sangat mendadak dan tiba-tiba tanpa diduga sebelumnya. Rasa sakit itu melanda setiap orang yang pernah, sedang atau akan mengalami kehilangan orang yang dicintainya. Meski cara kehilangan berbeda-beda, derita yang ditimbulkannya, keterasingan & kesepian tetap saja dirasakannya karena dalam masyarakat masih menganggap hidup berpasangan sebagai kehidupan keluarga ideal menyebabkan proses pemulihan & penyesuaian diri sama sulitnya bagi mereka yang kehilangan pasangan hidupnya karena kematian atau perpisahan.
Proses kesedihan dan kedukaan kehilangan orang yang dicintainya maupun yang menyakiti hatinya terkadang bisa dengan mudah untuk disembuhkan tetapi juga ada yang membutuhkan waktu yang cukup lama, yang menentukan adalah seberapa besar keridhaan seseorang menerima ketetapan Allah. Keridhaan adalah mengosongkan hati dari segala hal dan yang ada hanyalah Allah tetapi jika kita tidak menerima yang menjadi ketetapan Allah atas dirinya maka hatinya dipenuhi oleh kesedihan, kedukaan, kebencian dan kemarahan yang membuat hidupnya semakin terpuruk sehingga langkah awal untuk penyembuhan akibat pengalaman pahit dalam hidup anda adalah menyadari dan lebih mengenal diri sendiri agar bisa menerima apapun yang telah ditetapkan oleh Allah dan juga menggunakan pengalaman tersebut untuk membantu, mencegah serta menghindarkan orang lain dari keterpurukan. Hal itu membuat hidup anda bahagia & bermakna bagi sesama.
'Seorang hamba yg ditimpa bencana lalu mengucapkan 'Inna lillahi wa ina ilaihi raji'uun (Sesungguhnya kita milik Allah dan kepadaNya kita akan kembali). Ya Allah, berikanlah aku pahala (kebaikan) dalam bencana yang sedang menimpaku ini dan gantilah untukku satu kebaikan daripadanya, 'Yang dengan bacaan itu Allah akan memberikan pahala terhadap bencana yang sedang menimpa dirinya dan Allah akan menggantinya dengan satu kebaikan untuknya.' (HR. Muslim).
2. Penderitaan yang Muncul Akibat Sikap Buruk
Manusia
Penderitaaan
yang menimpa manusia karena perbuatan buruk manusia dapat terjadi dalam
hubungan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Penderiaan
ini kadang disebut nasib buruk. Nasib buruk ini dapat diperbaiki manusia supaya
menjadi baik. Dengan kata lain, manusialah yang memperbaiki nasibnya.
3. Penderitaan yang Timbul Karena Penyakit,
Siksaan/Azab Tuhan
Penderitaan manusia juga
dapat terjadi akibat penyakit atau siksaan/azab Tuhan. Namun kesabaran, tawakal
dan optimisme dapat merupakan usaha manusia untuk mengaasi penderitaan itu.
E.
Upaya untuk Menghindari Penderitaan
Penderitaan
jiwa, berat maupun ringan, sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia di zaman
modern ini. Sadar atau tak sadar, banyak orang merasakan penderitaan dan
rintihan dalam batinnya. Terhibur dalam keramaian tapi gelisah dalam
kesendirian, menjerit dalam kesunyian, menemukan orang yang tepat untuk curhat
sulit, orang tua tidak mengerti. Problem ini dirasakan termasuk oleh
orang-orang yang taat menjalankan kehidupan ritual agamanya sehari-hari. Dalam
keramaian seperti tak ada masalah, ceria, riang dan gembira, tapi dalam
kesendirian dan kesunyian, batinnya menjerit karena masalah tak hilang-hilang,
beban perasaan terasa berat, stres oleh pekerjaan yang menumpuk, jodoh tak
kunjung datang, uang dan materi berlimpah tapi tak ada ketenangan hidup,
makanan banyak tapi tak ada kenikmatan dst. Akhirnya, tak betah di rumah, asing
dengan diri sendiri, hidup merasa tak bermakna. Kebahagiaan tidak tahu entah
ada dimana.
Apa yang dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah seperti ini? Umumnya kita melakukan tiga berikut ini: Pertama,refresing dalam berbagai bentuknya seperti rekreasi, hiburan, nonton, olah raga, jalan-jalan, kumpul-kumpul, nongkrong di café, belanja menghabiskan waktu dan uang. Kedua, menyibukkan diri dalam berbagai aktifitas yang diharapkannya bisa melupakan problem-problem hidupnya untuk sementara.Ketiga, menghukum dirinya dengan duduk berjam-jam depan komputer menghabiskan waktu dengan main game, chattingatau yang paling populer sekarang, fesbukan. Ditulislah status-status yang berisi kalimat-kalimat indah, puisi atau curhat yang mengkespresikan penderitaan jiwa yang sedang dialaminya: tentang kehampaan hidup, ketiadaan cinta, kesendirian, kekecewaan dan lain-lain. Dengan cara-cara itu ia berharap penderitaannya akan berkurang atau hilang. Tapi kenyataan tidak, masalah tetap saja muncul dan muncul lagi. Mengatasi penderitaan jiwa kepada aktivitas-aktivitas hiburan seperti itu karena kebingungannya harus bagaimana dan melakukan apa. Masalah tetap saja lestari. Akhirnya, tindakan menjadi salah kaprah. Yang menderita jiwa, yang diobatinya fisik. Sumber masalahnya dalam batin, tapi yang kita lakukan tindakan-tindakan lahir. Yang merasakannya hati tapi jawabannya adalah fikiran atau tindakan-tindakan rasional. Ibaratnya, motor rusak dibawa ke puskesmas, sakit gigi datang ke bengkel, demam pergi ke tukang jahit. Akhirnya, masalah tidak hilang-hilang!
Mengatasi penderitaan jiwa dengan bentuk-bentuk hiburan tidak akan menyelesaikan apa yang sedang kita rasakan. Yang kita dapatkan dari hiburan hanyalah kegembiraan atau kesenangan sesaat yang ketika pulang ke rumah atau kembali pada kesendirian, derita-derita itu datang lagi. Begitulah seterusnya. Karena sudah menjadi sistem kesadaran yang berlangsung lama, akhirnya penderitaan muncul terus-menerus. Di hadapan orang, mungkin penderitaan itu bisa kita sembunyikan, kita seolah biasa-biasa saja, tapi hati tidak bisa dipungkiri apalagi saat-saat menyendiri. Derita-derita itu sungguh sangat menyiksa.
Tidak Tepat Terapi
Salah terapi membuat masalah tidak sembuh-sembuh sehingga penderitaan datang terus-menerus. Setiap masalah yang dialami manusia ada sebab dan akar-akarnya sendiri. Karena itu, proses penyembuhannya pun berbeda satu sama lain. Penyembuhan dengan pendekatan agama secara umum, misalnya dengan memperbanyak dzikir, shalat sunat atau sabar dan tawakkal tidak akan menyelesaikan masalah karena itu semua tidak mengungkap akar-akar masalahya. Ibaratnya, harusnya datang ke dokter spesialis tapi kita datang ke dokter umum.
Mengatasi kesulitan hidup yang memproduksi keluhan-keluhan jiwa bukan dengan sabar dan tawakal yang sering diartikan menerima dengan pasif atau dengan wirid/dzikir sekian ribu kali, istikharah, puasa senin-kamis, tahajjud atau baca asma ul-husna dengan bilangan tertentu. Semua praktek itu untuk menenangkan jiwa bukan untuk menyelesaikan masalah. Banyak mengingat Allah dengan berdzikir itu untuk menenangkan hati: “Ala bidzikrillahi tathma’innul qulub”(Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tenang), bukan untuk membereskan masalah hingga selesai dan tidak muncul lagi. Buktinya, banyak orang rajin berdzikir tapi mental buruknya tetap saja tidak hilang, banyak orang shalatnya rajin tapi ketika mengejar keinginan tetap saja menghalalkan segala cara, banyak orang sabar dan tawakkal tetap saja jodohnya tidak datang, orang rajin puasa sunat tapi tetap saja kesadaran hidupnya rendah. Bukan ritual agamanya yang salah, tapi antara masalah dengan penyelesaian tidak nyambung, bukan ibadah yang salah, tapi pengobatan tidak tepat.
Shalat sunat, puasa sunat atau dzikir adalah ibadah tambahan untuk melengkapi atau menyempurnakan ibadah-ibadah wajib yang banyak kekurangannya atau yang kita kerjakan tidak maksimal. Ibadah-ibadah sunah itu kita laksanakan sebagai ketaatan pada nabi untuk mencontoh perilaku dan kebiasaan beliau sebagai teladan yang baik (uswatun hasanah). Kalau pun berdampak pada berkurangnya beban masalah atau kesembuhan penyakit, itu karena kasih sayang Allah saja, bukan oleh ibadah-ibadah itu, dan bukan untuk tujuan menyelesaikan masalah kita beridabah kepada Tuhan.
Bagaimana Mengatasi Masalah yang Tepat?
Ketika penderitaan-penderitaan jiwa menghimpit seseorang pengobatannya bukan dengan memperbanyak dzikir, wirid atau membaca asma ul-husna, apalagi refreshing ke tempat-tempat hiburan. Yang seharusnya dilakukan adalah merenung dan merenung, menghisab diri (introspeksi) atas semua kesalahan, dosa, pembangkangan dan pelanggaran-pelanggaran agama yang pernah dilakukan. Tapi, ini agak sulit. Tidak mudah orang menemukan dan menyadari kesalahan-kesalahannya sendiri. Maka, cara yang benar adalahcarilah orang yang bisa memberikan nasehat!! Tanyakanlah mengapa masalah demi masalah datang tak habis-habisnya, kemudian duduk, diam dan dengarkan orang yang menasehati kita.
Orang yang diminta nasehat harus orang yang tepat: yang bersih hatinya, lurus hidupnya, jernih pandangannya, taat agamanya, satu kata antara hati dan perbuatannya, bisa menguasai hawa nafsunya dan tidak mencintai dunia. Dan yang penting dicatat, bukan orang (termasuk kiayi atau ahli hikmah) yang memberikan resep-resep instan agar masalah cepat selsesai, tapi yang bisa menguraikan kesalahan-kesalahan kita, membeberkan kelemahan dan kekurangan kita, yang menunjukkan keburukan-keburukan kita, yang semua menjadi penyebab yang tidak disadari (hijab ruhani) munculnya penyakit-penyakit dalam diri kita, lahir maupun batin.
Mencari orang seperti itu tidak susah bila ada kemauan. Malas atau membayangkan sulit mencarinya adalah penghalang pertama dari kesembuhan. Cara untuk menemukan orang seperti itu adalah dengan menghidupkan kepekaan hati atau qalbu kita: siapakah dalam lingkungan pergaulan kita, atau yang pernah kita kenal atau kita dengar memiliki atau paling dekat dengan sifat-sifat yang disebutkan di atas. Kuburkanlah status sosial kita saat mencari orang seperti itu, jauhkanlah kesombongan karena kebenaran tak ditemukan melalui gengsi dan keangkuhan. Semakin mampu kita menguburkan egosime dan kesombongan, semakin rendah memandang diri sendiri, semakin merasa diri penuh dengan kelemahan dan kekurangan bahkan kehinaan, Insya Allah, “antena” kita makin kuat untuk menangkap sinyal dimana orang yang layak memberikan nasehat itu berada. Dan itu tak selalu berhubungan dengan ketenaran, usia, sebutan kiayi, ustadz dan sebagainya.
Apa yang dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah seperti ini? Umumnya kita melakukan tiga berikut ini: Pertama,refresing dalam berbagai bentuknya seperti rekreasi, hiburan, nonton, olah raga, jalan-jalan, kumpul-kumpul, nongkrong di café, belanja menghabiskan waktu dan uang. Kedua, menyibukkan diri dalam berbagai aktifitas yang diharapkannya bisa melupakan problem-problem hidupnya untuk sementara.Ketiga, menghukum dirinya dengan duduk berjam-jam depan komputer menghabiskan waktu dengan main game, chattingatau yang paling populer sekarang, fesbukan. Ditulislah status-status yang berisi kalimat-kalimat indah, puisi atau curhat yang mengkespresikan penderitaan jiwa yang sedang dialaminya: tentang kehampaan hidup, ketiadaan cinta, kesendirian, kekecewaan dan lain-lain. Dengan cara-cara itu ia berharap penderitaannya akan berkurang atau hilang. Tapi kenyataan tidak, masalah tetap saja muncul dan muncul lagi. Mengatasi penderitaan jiwa kepada aktivitas-aktivitas hiburan seperti itu karena kebingungannya harus bagaimana dan melakukan apa. Masalah tetap saja lestari. Akhirnya, tindakan menjadi salah kaprah. Yang menderita jiwa, yang diobatinya fisik. Sumber masalahnya dalam batin, tapi yang kita lakukan tindakan-tindakan lahir. Yang merasakannya hati tapi jawabannya adalah fikiran atau tindakan-tindakan rasional. Ibaratnya, motor rusak dibawa ke puskesmas, sakit gigi datang ke bengkel, demam pergi ke tukang jahit. Akhirnya, masalah tidak hilang-hilang!
Mengatasi penderitaan jiwa dengan bentuk-bentuk hiburan tidak akan menyelesaikan apa yang sedang kita rasakan. Yang kita dapatkan dari hiburan hanyalah kegembiraan atau kesenangan sesaat yang ketika pulang ke rumah atau kembali pada kesendirian, derita-derita itu datang lagi. Begitulah seterusnya. Karena sudah menjadi sistem kesadaran yang berlangsung lama, akhirnya penderitaan muncul terus-menerus. Di hadapan orang, mungkin penderitaan itu bisa kita sembunyikan, kita seolah biasa-biasa saja, tapi hati tidak bisa dipungkiri apalagi saat-saat menyendiri. Derita-derita itu sungguh sangat menyiksa.
Tidak Tepat Terapi
Salah terapi membuat masalah tidak sembuh-sembuh sehingga penderitaan datang terus-menerus. Setiap masalah yang dialami manusia ada sebab dan akar-akarnya sendiri. Karena itu, proses penyembuhannya pun berbeda satu sama lain. Penyembuhan dengan pendekatan agama secara umum, misalnya dengan memperbanyak dzikir, shalat sunat atau sabar dan tawakkal tidak akan menyelesaikan masalah karena itu semua tidak mengungkap akar-akar masalahya. Ibaratnya, harusnya datang ke dokter spesialis tapi kita datang ke dokter umum.
Mengatasi kesulitan hidup yang memproduksi keluhan-keluhan jiwa bukan dengan sabar dan tawakal yang sering diartikan menerima dengan pasif atau dengan wirid/dzikir sekian ribu kali, istikharah, puasa senin-kamis, tahajjud atau baca asma ul-husna dengan bilangan tertentu. Semua praktek itu untuk menenangkan jiwa bukan untuk menyelesaikan masalah. Banyak mengingat Allah dengan berdzikir itu untuk menenangkan hati: “Ala bidzikrillahi tathma’innul qulub”(Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tenang), bukan untuk membereskan masalah hingga selesai dan tidak muncul lagi. Buktinya, banyak orang rajin berdzikir tapi mental buruknya tetap saja tidak hilang, banyak orang shalatnya rajin tapi ketika mengejar keinginan tetap saja menghalalkan segala cara, banyak orang sabar dan tawakkal tetap saja jodohnya tidak datang, orang rajin puasa sunat tapi tetap saja kesadaran hidupnya rendah. Bukan ritual agamanya yang salah, tapi antara masalah dengan penyelesaian tidak nyambung, bukan ibadah yang salah, tapi pengobatan tidak tepat.
Shalat sunat, puasa sunat atau dzikir adalah ibadah tambahan untuk melengkapi atau menyempurnakan ibadah-ibadah wajib yang banyak kekurangannya atau yang kita kerjakan tidak maksimal. Ibadah-ibadah sunah itu kita laksanakan sebagai ketaatan pada nabi untuk mencontoh perilaku dan kebiasaan beliau sebagai teladan yang baik (uswatun hasanah). Kalau pun berdampak pada berkurangnya beban masalah atau kesembuhan penyakit, itu karena kasih sayang Allah saja, bukan oleh ibadah-ibadah itu, dan bukan untuk tujuan menyelesaikan masalah kita beridabah kepada Tuhan.
Bagaimana Mengatasi Masalah yang Tepat?
Ketika penderitaan-penderitaan jiwa menghimpit seseorang pengobatannya bukan dengan memperbanyak dzikir, wirid atau membaca asma ul-husna, apalagi refreshing ke tempat-tempat hiburan. Yang seharusnya dilakukan adalah merenung dan merenung, menghisab diri (introspeksi) atas semua kesalahan, dosa, pembangkangan dan pelanggaran-pelanggaran agama yang pernah dilakukan. Tapi, ini agak sulit. Tidak mudah orang menemukan dan menyadari kesalahan-kesalahannya sendiri. Maka, cara yang benar adalahcarilah orang yang bisa memberikan nasehat!! Tanyakanlah mengapa masalah demi masalah datang tak habis-habisnya, kemudian duduk, diam dan dengarkan orang yang menasehati kita.
Orang yang diminta nasehat harus orang yang tepat: yang bersih hatinya, lurus hidupnya, jernih pandangannya, taat agamanya, satu kata antara hati dan perbuatannya, bisa menguasai hawa nafsunya dan tidak mencintai dunia. Dan yang penting dicatat, bukan orang (termasuk kiayi atau ahli hikmah) yang memberikan resep-resep instan agar masalah cepat selsesai, tapi yang bisa menguraikan kesalahan-kesalahan kita, membeberkan kelemahan dan kekurangan kita, yang menunjukkan keburukan-keburukan kita, yang semua menjadi penyebab yang tidak disadari (hijab ruhani) munculnya penyakit-penyakit dalam diri kita, lahir maupun batin.
Mencari orang seperti itu tidak susah bila ada kemauan. Malas atau membayangkan sulit mencarinya adalah penghalang pertama dari kesembuhan. Cara untuk menemukan orang seperti itu adalah dengan menghidupkan kepekaan hati atau qalbu kita: siapakah dalam lingkungan pergaulan kita, atau yang pernah kita kenal atau kita dengar memiliki atau paling dekat dengan sifat-sifat yang disebutkan di atas. Kuburkanlah status sosial kita saat mencari orang seperti itu, jauhkanlah kesombongan karena kebenaran tak ditemukan melalui gengsi dan keangkuhan. Semakin mampu kita menguburkan egosime dan kesombongan, semakin rendah memandang diri sendiri, semakin merasa diri penuh dengan kelemahan dan kekurangan bahkan kehinaan, Insya Allah, “antena” kita makin kuat untuk menangkap sinyal dimana orang yang layak memberikan nasehat itu berada. Dan itu tak selalu berhubungan dengan ketenaran, usia, sebutan kiayi, ustadz dan sebagainya.
Bila sudah menemukannya, datangi lalu pintalah nasehatnya. Tanyakanlah mengapa kita selalu banyak masalah. Tanyakanlah mengapa kita terpuruk, mengapa kita jatuh, mengapa kita stres, mengapa kita tidak dihormati orang, mengapa sulit mencari jodoh, mengapa anak-anak di rumah tidak hormat dan sulit diatur dst. Tanyakanlah kesalahan dan keburukan apa yang kita lakukan. Ketika nasehat diberikan, praktekkanlah rumus 3D: duduk, diam, dengarkan! Hanya itu yang patut kita lakukan saat mendengarkan nasehat. Janganlah pernah membantah nasehat dengan penjelasan dan kata-kata, dengan pikiran, dengan argumen, bela diri dan apologi. Bila itu ditunjukkan, itulah penghalang kedua dari kesembuhan.
Penyakit umum kita adalah membantah nasehat dan banyak menjelaskan. Buanglah jauh-jauh kedua sifat itu. Argumen dan penjelasan diperlukan dalam kegiatan diskusi bukan saat menerima nasehat. Salah satu problem akut manusia modern adalah sulitnya menundukkan hati untuk mendengarkan nasehat dengan rendah hati, tawadhu dan pengakuan kesalahan. Bila rumus 3D itu dijalankan, Insya Allah, jawaban dari persoalan-persoalan hidup yang kita rasakan akan berkurang kemudian hilang. Mengapa? Karena kita melakukan secara tepat tiga hal: benar memahami masalah diri, benar kemana kita harus datang, dan benar apa yang harus kita lakukan. Tepat identifikasi masalah, tepat cara/metoda dan tepat langkah, pasti akan mendatangkan tepat hasil.
Penyakit umum kita adalah membantah nasehat dan banyak menjelaskan. Buanglah jauh-jauh kedua sifat itu. Argumen dan penjelasan diperlukan dalam kegiatan diskusi bukan saat menerima nasehat. Salah satu problem akut manusia modern adalah sulitnya menundukkan hati untuk mendengarkan nasehat dengan rendah hati, tawadhu dan pengakuan kesalahan. Bila rumus 3D itu dijalankan, Insya Allah, jawaban dari persoalan-persoalan hidup yang kita rasakan akan berkurang kemudian hilang. Mengapa? Karena kita melakukan secara tepat tiga hal: benar memahami masalah diri, benar kemana kita harus datang, dan benar apa yang harus kita lakukan. Tepat identifikasi masalah, tepat cara/metoda dan tepat langkah, pasti akan mendatangkan tepat hasil.
Source:
No comments:
Post a Comment